BestFriend ?

Deraian angin sejuk pagi itu, mengantarkan Dimas dan Vena menuju ke sekolah. Mereka sengaja untuk datang kesekolah bersama. Mereka sudah bersahabat sejak awal mereka SMA, tak hanya dengan Dimas, Vena juga bersahabat dengan Rani. Sekarang mereka duduk di bangku kelas 2 SMA Negeri 81 Jakarta.
Sesampainya di tempat parkir, Vena segera turun dari mobil Dimas.
“Ven, nanti siang jangan lupa buat rapat osis, bahas camping anak kelas 10” ucap Dimas yang juga baru saja keluar dari mobilnya. Vena pun hanya mengedipkan mata kirinya dan melanjutkan langkahnya menuju kelas. Tidak diikuti oleh Dimas, karena kelas mereka berbeda.
Vena menelusuri lorong demi lorong sekolah, dan menaiki tangga demi tangga untuk menuju kelasnya yang berada di lantai Tiga sekolah elit itu. Tiba-tiba Vena terhenti di lantai kedua, dan segera mengambil BBnya yang bergetar di kantong bajunya. Vena pun membaca BBM dari Rani yang menyatakan bahwa ia, sedang bersama Dimas di kelas Dimas.
Dari arah berlawanan terlihat ada seorang lelaki berlari kecil menuruni tangga dan tidak sengaja menabrak Vena. BB yang ada di tangan Vena pun terjatuh dan pecah.
“maaf kak” kata lelaki itu menunduk, seolah takut dengan keganasan kakak kelas.
Vena terdiam dan segera mengambil BBnya.
“maaf kak, aku gak sengaja, bener!” ucap lelaki itu terus memohon.
“iya gak papa” jawab Vena tersenyum manis.
Lelaki yang semula panik itu, kini berubah ekspresi. Bibirnya melongo dan heran melihat jawaban yang baru saja keluar dari mulut Vena. “kakak gak marah?” tanya lelaki itu.
“enggak, kenapa harus marah” tambah Vena.
Lelaki itu semakin heran dan terus memandangi Vena dengan rasa penuh penasaran. Vena hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya.
“itu cewek atau malaikat, udah cantik, baik, sabar lagi... Ohhh” ucap Iqbal, murid kelas 10 yang baru saja menabrak Vena. Iqbal semakin penasaran dengan Vena, dan diam-diam Iqbal menyimpan rasa kagum terhadap Vena.
###
Setelah meletakan tasnya di kelas, Vena segera menemui Rani di kelas Dimas. Letak kelas Dimas berada di lantai dua, dan lumayan jauh dari kelas Vena. Vena pun segera menemui Dimas dan Rani yang sedang terduduk didalam kelas.
“BB kamu kenapa gak bisa dihubungi?” tanya Dimas kepada Vena yang baru saja Bergabung.
“BB aku rusak, tadi jatuh ditangga” jawab Vena.
“Kok bisa?” tanya Rani.
“mungkin aku kurang hati-hati megangnya, makanya jatuh” jawab Vena lagi.
“udah ran, kok kamu malah ngintrogasi Vena gitu sih, kita disini kan mau bahas tentang camping kelas 10” ucap Dimas menjadi penengah.
“bukannya kita mau bahas ini nanti setelah pulang sekolah?” tanya Vena.
“iya Ven, ada beberapa hal yang mau aku tanya kekalian” jawab Rani.
“tentang apa?” tanya Vena.
“aku punya usul, gimana kalau kita tambah pensi di daftar acara camping, aku gak mau di acara camping nanti kelihatan membosankan. Setidaknya aku mau buat acara ini tambah berkesan dan bisa di ingat terus sama panitia dan tentunya anak kelas 10” usul yang keluar dari mulut Rani.
“aku secara pribadi, suka sama ide kamu, tapi alat-alat bandnya kan kita harus pinjam sama sekolahan” ucap Vena.
“kalau masalah itu, aku bisa kok minta izin kepala sekolah, cuman yang jadi masalah, kita gak boleh setujuin ini secara sepihak, kan masih ada panitia-panitia lain yang harus tau usul kamu ran” saran Dimas.
Dimas memang lelaki bijak yang pintar menyelesaikan masalah, dan mempunya sifat yang dewasa. Tidak heran jika ia mendapat kepercayaan untuk menjadi ketua osis dan ketua camping disekolahnya.
Vena dan Rani pun menuruti saran dari Dimas. Mereka memutuskan untuk membicarakan masalah ini kepada panitia-panitia lain sepulang sekolah nanti.
###
Pada saat istirahat.
Rani menemui Vena di kelasnya. Vena terlihat sedang asyik berbincang dengan teman-teman sekelasnya yang lain.
“ven, kekantin yuk, aku laper banget, dari tadi pagi belum sarapan, mana nanti ada rapat osis” ajak Rani.
“iya-iya” ucap Vena dengan nada terpaksa.
Vena menuruti ajakan Rani. Padahal sebenarnya Vena malas untuk keluar kelas saat itu.
Setibanya dikantin, Vena dan Rani memilih meja untuk mereka tempati, namun tak terlihat ada meja yang sedang kosong.
“semua meja penuh ran” kaluh Vena.
“kita duduk sama mereka aja” saran Rani sembari menunju kearah meja yang di tempati oleh Iqbal dan Ryan.
Vena pun melihat ke arah meja itu.
“itu kan adik kelas yang tadi pagi nabrak aku ditangga ” ucap Vena dalam hati.
Rani dengan segera menarik tangan Vena untuk menuju ke meja tersebut.
“kita boleh duduk sini?” tanya Rani kepada Iqbal, yang memiliki badan kurus itu.
Iqbal yang sedari tadi asik menikmati makannya kini menoleh ke arah Vena dan Rani.  Iqbal kaget melihat Vena. Matanya terus memandang Vena seolah tidak mau melepaskan pandangan itu.
“boleh kak” jawab Ryan, teman Iqbal.
Vena pun terduduk di samping Iqbal dan Rani terduduk di samping Ryan.
Mengetahui jika Vena berada di sampingnya, Iqbal tak berani menoleh ke arah Vena. Dan jantungnya berdetak semakin cepat, darahnya pun seperti berhenti, entah apa yang sedang dialami oleh Iqbal. Mungkinkah ini cinta atau sekedar rasa takut semata.
Terakhir kali iqbal merasakan seperti ini adalah saat ia SMP kelas 2.  Pada saat ia jatuh cinta kepada teman sekelasnya yang selalu bersama dia, namun sayang, iqbal tak berani untuk menyatakan perasaannya.
Percintaan iqbal tak selancar wajahnya yang tampan dan manis itu. Sebenarnya banyak wanita yang mengagumi iqbal, tapi entah kenapa ia  selalu takut jika ia dekat dengan wanita manapun.
“kalian anak kelas 10 kan?” tanya Rani melepas keheningan.
“iya kak” jawab Ryan.
Vena tersenyum manis mendengar jawaban dari Ryan. Dan apa yang terjadi?
Ryan terpesona melihat senyum manis yang keluar dari mulut Vena. Senyum yang selalu dapat Ryan lihat dari kejauhan saja dan kali ini momen yang telah lama Ryan tunggu, yaitu duduk satu meja dan melihat senyum manis Vena dari dekat.
“nama kalian siapa?” tanya Rani.
“kenalin, nama aku Ryan” jawab Ryan dengan bersemangat menyodorkan tangannya ke arah Vena untuk bersalaman.
Vena pun membalasnya.
“nama aku Vena” jawab Vena singkat.
“Yang tanya nama kan aku, kenapa kamu jawabnya ke Vena” ucap Rani, dengan nada emosi.
Vena hanya tersenyum.
“kenalin kak, aku Ryan” sapa Ryan menyodorkan tangannya ke arah Rani.
Rani pun tersenyum dan senyumnya tak kalah manis dengan Vena.
“kamu yang tadi pagi kan?” tanya Vena kepada Iqbal.
Iqbal tersenyum dan menganggukkan kepalanya. 
“nama kamu siapa?” tanya Vena.
Dengan gugup iqbal menjawab “iqbal kak”
 “kalian semua ikut ke camping yang di adain osis 2 minggu lagi kan?” tanya Rani.
“Ikut dong kak, kita kan mau lihat  wajah-wajah cantik kaka” jawab Ryan.
“kamu adek kelas, berani banget ngerayu kakak kelas” bisik Rani kepada Ryan.
Rani pun melanjutkan menyantap makanan yang ada di hadapannya. Dan Iqbal memberanikan diri untuk berbicara dengan Vena yang sedang sibuk mengaduk-aduk jus dihadapannya.
“kak aku minta maaf atas kejadian tadi pagi” ucap Iqbal.
“iya udah aku maafin kok. Luapin kejadian tadi ya. Anggap aja tadi pagi tidak ada kejadian itu” jawab Vena tersenyum manis.
Dan Iqbal melihat senyum itu lagi, yang membuat hatinya meleleh. Kali ini dia yakin jika ia jatuh cinta terhadap Vena.
***
Siang hari setelah rapat osis usai, Vena dan Dimas keluar bersama untuk menuju ke parkiran sekolah.
“Rani udah pulang kan?” tanya Dimas.
“udah, tadi dia buru-buru, katanya sih mau nganterin neneknya ke bandara” jawab Vena singkat.
“kita pulang bareng ya” pinta Dimas.
“em. Enggak usah dim,aku hari ini di jemput sama kak rio” kata Vena menolak permintaan Dimas.
“kak rio kapan pulang?” tanya Dimas.
“kemarin” jawab Vena singkat.
Sesampainya di tempat parkir, Dimas berpisah dengan Vena. Dimas segera meluncur pulang dengan mobilnya, sedangkan Vena menunggu kakaknya di depan sekolah.
Detik demi detik berlalu, kakak Vena yang menjanjikan akan menjemput Vena siang itu belum juga tiba. Vena terus melihat detakan jarum di jamnya. Dan sesekali dia melihat ke arah gerbang sekolah yang sudah sepi itu. Tapi di saat Vena menengok ke arah gerbang, Vena melihat sesok lelaki mengenakan jaket coklat sedang keluar dari sekolah.
“itu kan Iqbal” ucap Vena dalam hati dan terus memandang ke arah Iqbal.
Iqbal yang baru akan melangkahkan kakinya keluar sekolah tiba-tiba terhenti setelah melihat Vena ada di depan. Lagi-lagi jantung Iqbal berdetak kencang dan kakinya seolah tak ingin di langkahkan.
Tatapan itu tajam ke arah Iqbal. Kemudian Vena tersenyum. Iqbal terbelalak melihat senyuman Vena. Vena melambaikan tangannya, seolah memanggil Iqbal untuk mendekat.
“ya tuhan rasa apa ini? Apa mungkin aku jatuh cinta?” tanya Iqbal dalam hati.
Iqbal pun melangkahkan kakinya dan menuju ke arah Vena.
“hai” sapa Vena dengan senyum yang sempringah.
“hai, kakak diisini sendirian? Ngapain?” tanya Iqbal.
“lagi nunggu jemputan” jawab Vena singkat.
Iqbal pun tersenyum. Gugup, takut, tak mampu berkata, itulah yang sedang iqbal rasakan satiap dia dekat dengan Vena.
“kamu, kenapa baru keluar? Bukannya jam pulang udah dari tadi ya?” tanya Vena.
“Iya, tadi ada kerja kelompok dulu sama yang lain, tapi udah disuruh cepet pulang sama mama, ya udah aku pulang duluan” jawab Iqbal.
“kamu mau pulang ke arah mana?” tanya Vena.
“ke arah utara kak” jawab Iqbal.
“wah Kebetulan rumah aku juga ke arah sana, gimana kalo kita pulang bareng aja” ajak Vena.
Iqbal kaget mendengar ajakan Vena. Mulutnya sulit untuk mengucap kata. Padahal ini kesempatan emas untuk bisa lebih dekat dengan Vena.
“oke” jawaban singkat yang keluar dari mulut iqbal.
Vena hanya tersenyum melihat tingkah Iqbal.
Sejenak suasana hening dan jalanan sudah sepi. Seperti dua ingsan yang tidak saling mengenal, keduanya nampak takut untuk mengucap kata. Ditemani suara angin siang itu, mereka hanya saling mencuri pandang. Sejenak Vena menengokan mukanya ke arah selatan, dan kini dia melihat mobil kak rio sedang melaju menuju arahnya.
“itu mobil kakak aku, yuk” ajak Vena menggandeng Iqbal.
Iqbal yang semula sedang melamun, kaget melihat tangannya yang sudah di genggam oleh Vena.
Iqbal dan Vena pun segera masuk kedalam mobil kak rio. Kak rio adalah kakak kandung Vena, kak rio berprofesi sebagai artis sinetron.
“maaf telat, soalnya lokasi syuting lumayan jauh dari sini” ucap kak rio.
Dan Iqbal terkaget melihat kakak Vena.
“iya kak, gak papa, kalo jauh kan kaka bisa sms, terus biar aku pulang bareng Dimas” ucap Vena.
“ya ampun ven, kaka kangen sama kamu, lagian kakak udah selesai kok syutingnya” jawab kak rio dengan pandangan vokus kedepan.
“dia, kakak kamu?” bisik iqbal kepada Vena.
“iya. Kenapa?”
“dia kan….” Tanya iqbal yang tidak melanjutkan bicaranya.
Vena hanya tersenyum.
“aneh, kak ve punya kakak artis terkenal, tapi dia gak pernah sombong, bahkan kayaknya gak banyak orang tau masalah ini. Heem…. Benar dia malaikat. Baik, cantik, ramah, pintar, pemaaf” ucap iqbal dalam hati, sembari memandangi jalanan yang sedang ramai kendaraan berlalu-lalang.
Lamunan iqbal terhenti setelah ia tersadar jika rumahnya sudah hampir dekat.
Di perempatan jalan, mobil yang dikemudi rio berhenti dan Iqbal turun dari mobil tersebut.
“makasih ka” ucap Iqbal.
“iya” jawab vena sembari melambaikan tanganya.
Iqbale terdiam dan terus melihat laju mobil kak rio hingga tak terlihat lagi.
Lalu mobil itu melaju hingga menuju ke rumah Vena.
***
Dimalam yang sangat sunyi, Iqbal terduduk di balkon kamarnya. Ditemani dengan bintang-bintang yang bergelapa.
Malam itu, malam minggu. Tidak seperti remaja laki pada umumnya, Iqbal memilih untuk menghabiskan malamnya sendiri dirumah.
“apa iya aku jatuh cinta sama kak Vena. Dia baik, ramah, cantik, pintar. Perempuan yang sempurna banget, tapi ? Apa iya aku bisa jadi pacar kak Vena. Duh, bal, kamu itu laki yang penakut, jelek, kuper. Mana bisa kamu pacaran sama kak Vena. Kalau dia milih aku buat jadi pacarnya, harus nunggu jumlah laki didunia tinggal satu yaitu cuman aku. Andai saja dunia ini hanya milik aku dan Vena” sejenak Iqbal terbawa dalam lamunan bersama bintang.
“wooyy” suara itu mengagetkan Iqbal.
Iqbal pun menengok kearah sumber suara itu. Dia menundukan kepala ke arah bawah balkon.
“kenapa kamu disitu?” tanya Iqbal kepada Ryan yang masih bertengger di atas motornya.
“justru aku yang harus tanya, lagi apa kamu disitu,hey boy, ini malem minggu, tapi kamu masih aja nongkrong disitu, ayolah keluar cari tempat yang asik, siapa tau kamu bisa cari pacar. Atau bisa buat kamu move on dari perempuan yang pernah kamu taksir waktu SMP” ucap Ryan.
“gak minat yan” teriak Iqbal dari arah atas.
“wah.. Payah kau” balasan teriak dari Ryan.
“mendingan kamu naik, daripada kamu teriak-teriak dari bawah. Dikiranya maling” ajak Iqbal.
Ryan pun dengan segera masuk kerumah Iqbal dan menuju kekamar Iqbal.
“pantesan ya kamu susah dapet pacar, kerjaan kamu tiap malem aja cuman ngalamun di balkon” ucap Ryan yang duduk di samping Iqbal.
“siapa yang ngalamun,aku disini lagi mikirin seseorang. Wanita cantik, baik, malaikat yang datang dihidupku tiba-tiba” jawab Iqbal dengan santainya.
“kayaknya temen aku lagi jatuh cinta” sindir Ryan.
Iqbal hanya diam dan terus menatap bintang dilangit.
“udahlah bro, cerita sama aku. Akukan sahabat kamu sejak kita belum lahir” tambah Ryan.
“aku rasa ada yang aneh setiap aku deket sama orang ini. Jatung aku, perasaan aku bahkan aliran darahku berjalan tak tentu tiap kali ketemu sama dia. Senyumnya bagai matahari, matanya memancarkan kasih sayang yang tulus. Hatinya baik. Dewasa, aku suka gaya berjalannya, gaya bicaranya, bahkan gaya berfikirnya pun aku suka” ucap Iqbal.
“siapa sih,aku jadi penasaran”
“kak vena, tiap kali aku deket dia itu rasanya deg-degan”
Ryan kaget mendengar jawaban dari Iqbal. Ia tak menyangka jika sahabatnya jatuh cinta kepada Kak Vena, kakak kelas yang terkenal aktis, dan ramah disekolah.
“setiap kali deket kak Vena? Bukannya kamu baru kenal kak Vena tadi pagi??” tanya Ryan.
“tadi aku pulang bareng dia, dan ternyata dia punya kakak laki-laki artis terkenal” cerita Iqbal.
“terus? Gara-gara kak Vena punya kakak artis, kamu suka gitu sama dia” tanya Ryan.
“bukan karena itu yan, tadi pagi aku liat matanya, deket banget dan disaat itupula, dewi cinta berkata jika aku jatuh cinta sama kak Vena” ucap Iqbal, yang bergaya seperti seorang pujangga.
“segitunya banget ya,” ucap Ryan yang medorong pundak Iqbal, lalu masuk kedalam kamar Iqbal.
Iqbal pun mengikuti langkah Ryan. Dikesunyian itu Ryan menidurkan badannya di tempat tidur Iqbal. Tetapi Ryan tak sengaja menyentuh benda di meja samping tempat tidur Iqbal.
Dreeekk....Suara benda jatuh itu.
Iqbal menolehkan wajahnya. Ia kaget setelah melihat obat-obatnya terjatuh di lantai.
“ini apa bal?” tanya Ryan mengambil beberapa obat yang terjatuh.
“cuman vitamin” jawab Iqbal dengan tergesa-gesa segera mengambil obat itu juga.
“sejak kapan kamu konsumsi vitamin-vitamin ini, bukannya kamu gak pernah minum vitamin ya?” tanya Ryan cemas.
“udah lama, mungkin kamu yang gak tahu” jawab Iqbal singkat.
Ryan pun menatap Iqbal yang sedang sibuk mengambili obat-obat itu. Sepertinya ada sesuatu aneh yang sedang di sembunyikan Iqbal. Ryan dapat membaca raut wajah Iqbal. Persahabatan yang sudah mereka jalani selama 16 tahun ini cukup membuat Ryan sangat dekat dengan Iqbal, setiap kali Iqbal menyembunyikan masalah pasti Ryan dapat menebaknya.
Malam semakin larut, Iqbal masih terdiam, mereka bersama tanpa sekata. Hening dan larut, sepertinya sesuatu sedikit mengganjal fikiran mereka.
“kamu tidak perlu tau apa yang sedang aku rasakan sekarang yan, bagiku kamu sahabatku, dan aku tidak ingin membuat kamu bersedih setelah mengetahui keadaanku sekarang” ucap Iqbal dalam hati.
Sepulang dari rumah Iqbal. Ryan terduduk di kamarnya dan terus memikirkan tentang Iqbal yang jatuh cinta kepada Vena, sang kakak kelas yang manis, baik dan juga rajin itu. Tidak dapat membohongi perasaannya, Ryan terus menatap foto-foto Vena di handponenya. Perasaan yang selama ini disembunyikan oleh Ryan dan tak ada satupun orang tahu bahwa ia juga mengagumi Vena bahkan jauh sebelum Iqbal mengenal Vena.
Ryan tak pernah menceritakan hal ini kepada Iqbal, namun hingga detik ini ia terus mempertahankan perasaanya kepada Vena. Mungkin Iqbal dan Ryan sama-sama menaruh rasa cinta yang besar terhadap satu perempuan yang sama.
***
Pagi hari yang cerah itu. Iqbal berjalan menelusuri bangunan-bangunan di sekolahnya. Berjalan menelusuri teras-terasan kelas disekolahnya, langkah kaki Iqbal tertuju pada suatu ruangan tempat Vena belajar. Tetapi baru saja dia akan menaiki tangga, tiba-tiba Iqbal melihat sosok itu sedang berdiri di depan mading dekat tangga sekolah.
“kak Ve” panggil Iqbal dengan riang.
“kenapa nih, pagi-pagi udah manggil? Bukannya kemarin masih malu-malu ya setiap kali ketemu aku?” tanya Vena yang masih sibuk menempel beberapa kertas di mading itu.
“ya, itu kan kemarin kak, sekarang udah enggak”  jawab Iqbal.
Vena pun tersenyum dan pandangannya masih sibuk dengan kertas-kertas yang ia tempelkan di mading. Maklum Vena adalah ketua mading di sekolahnya, setiap minggunya ia dengan rutin mengganti kertas-kertas di mading.
“kak, aku kesini mau tanya soal camping anak kelas 10” tambah Iqbal.
“mau tanya tentang apa?” tanya Vena menolehkan pandangannya ke arah Iqbal.
Dan Iqbal menatap mata itu lagi. Ia tak dapat berbicara, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia terus memandangi Vena. Benar apa yang dia rasakan sekarang. Getaran itu semakin menguatkan rasanya kepada Vena. Semakin yakin dan semakin tidak ingin pergi dari keadaan ini.
“hey, mau tanya apa?” tanya Vena mengagetkan lamunan Iqbal.
“em. Mau tanya tentang…..” belum sempat Iqbal melanjutkan bicaranya, tiba-tiba Dimas datang.
“sial” ucap Iqbal dalam hati.
“ven, ternyata kamu disini, aku cari-cari kamu di ruang osis, dikelas, kantin dan perpus, ternyata kamu disini” ucap Dimas dengan nada yang terengah-engah.
“ada apa kamu cari aku, biasanya kamu tanya dulukan aku lagi dimana.” tanya Vena, yang kembali sibuk memasang kertas-kertas di mading.
“nanti malem kamu ada acara gak?” tanya Dimas.
“Kayaknya enggak ada” jawab Vena dengan nada yang sedikit agak panjang.
“ya udah, nanti malem aku jemput kamu jam 7, kamu harus cantik ya” pinta Dimas.
“hah? kamu mau ajak aku kemana?” tanya Vena dengan nada penuh penasaran.
Dimas tak menjawab dan hanya tersenyum.
Iqbal yang belum menyingkir dari tempatnya berdiri, merasa cemburu melihat kedekatan Vena dengan Dimas. Tak sadar ternyata jari-jari Iqbal mengepal, seolah siap untuk melancarkan satu tonjokan di pipi Dimas. Tapi Iqbal mencoba menahan diri, karena Dimas itu adalah kakak kelas dia disekolah. Dia tidak ingin mencari masalah dengan siswa lain disekolah yang baru dia tempati beberapa bulan yang lalu.
“pokoknya kesuatu tempat” ucap Dimas yang langsung pergi meninggalkan Vena.
Vena pun memancarkan senyum diraut mukanya. Senyum yang memnandakan kebahagiaan. Senyum yang menandakan usainya sebuah penantian dari seorangh sahabat yang mencintai sahabatnya sendiri. Apakah Vena mencintai Dimas? Lalu bagaimana dengan Ryan dan Iqbal?
“oh ya bal, kamu mau ngomong apa?” tanya Vena mengalihkan pandangan kearah Iqbal.
“data siswa yang ikut campig, kapan harus dikumpulin?” tanya Iqbal mencoba untuk tidak emosi.
“kalo bisa secepatnya, soalnya besok, kita udah mau pesan tempat dan tenda” jawab kak Vena.
“oh, oke kak, kalo gitu, nanti istirahat kedua, aku bakal nyerahin daftar kelas aku yang mau ikut kemping” ucap Iqbal dengan girang.
“ oke, aku tunggu yah” ucap kak Vena.
“sipp” kata Iqbal sembari mengacungkan jempolnya.
“ya udah, aku kekelas dulu ya” pamit Vena, yang langsung meninggalkan tempat.
Iqbal pun tersenyum riang. Lalu dia melangkahkan kakinya menuju ke kelasnya.
Sesampainya diruang, Iqbal menghampiri sahabatnya yang sedang terduduk sendiri di bangku urutan kedua.
“woy” ucapnya sembari mengeluarkan senyum lebarnya tanpa henti. 
“kenapa kamu, pagi-pagi udah senyum-senyum gitu. Lagi seneng ya” tanya Ryan.
“aku habis ketemu sama kak Vena” ucap Iqbal salah tingkah.
“tiap hari ketemu kali, aneh ‼‼, kamu baru tau kalo disekolah kita ada kakak kelas secantik kak Vena” tanya Ryan heran.
“ya bukan gitu sih yan, cuman dulu aku gak begitu memperhatiin murid-murid disekolah ini. Jadi aku gak peduli ada yang ganteng atau yang cantik, aku disini kan niatnya mau sekolah bukan memperhatiin wajah-wajah kakak kelas” jawabnya.
Iqbal terus mengeluarkan senyum dan Ryan baru pertama kalinya melihat Iqbal tersenyum karena cinta. Ingin rasanya dia menyingkirkan Iqbal saat itu juga, karena Ryan tidak ingin sahabatnya itu menjadi saingnya sendiri dalam mendapatkan cinta seorang kakak kelas. Rasa cinta Ryan ke Vena juga tidak dapat di sembunyikan.
Sejenak Ryan berpikir untuk menjauhkan Iqbal dengan Vena. Ryan tidak ingin Iqbal benar-benar jatuh cinta dengan Vena. Kali ini Ryan tidak mau mengalah kepada sahabatnya, karena Ryan tidak ingin kehilangan orang yang dia cintai.
Iqbal meletakan tas sekolahnya di meja, dan mengeluarkan beberapa buku. Ryan yang berada disamping Iqbal pun memberanikan diri untuk memulau kebohongan untuk dan demi mendapatkan Vena
“bal, aku mau ngasih tau sesuatu ke kamu, tapi aku takut ngomong ke kamu” ucap Ryan dengan perasaan takut.
Ryan berniat untuk mempengaruhi Pikiran Iqbal. Iqbal pun memasangan wajah serius mendengar pernyataan Ryan, karena sebelumnya Ryan belum pernah berbicara seserius ini
“tentang apa?” tanya Iqbal yang menghentikan aktifitasnya mengeluarkan buku-buku ditasnya..
“sebenarnya..Kak. Vena itu....” ucap Ryan tak berani melanjutka bicaranya. Ia kembali berfikir untuk mempertaruhkan persabahatnya dengan Iqbal demi cinta.
Dilema kini tiba-tiba muncul. Hal bodoh pertama kali yang akan dia lakukan demi mendapatkan cinta seorang wanita yang belum tentu akan mencintai ia dengan tulus juga.
“yan, tadi kamu mau ngomog apa? Kok malah ngalamun? Sebenarnya kak Vena kenapa?” tanya iqbal yang menghentikan lamunan Ryan.
“kak vena letsbi” jawab Ryan dangan yakin dan singkat.
Iqbal terdiam dan kaget mendengar apa yang diucapkan Ryan. Mulutnya tak mampu berkata-kata lagi. Dan kini dia merasakan jika aliran darahnya berhenti.
Begitu juga dengan Ryan, rasa takut didalam dirinya makin bertambah. Dia takut kebohongannya itu dapat membawa mala petaka bagi dirinya sendiri. Dan didalam hati Ryan terselip rasa menyesal karena baru pertama kali ini dia membohongi sahabat dekatnya sendiri hanya karena cinta.
“aku gak suka sama becanda kamu” ucap Iqbal tertawa kecil.
“ aku gak becanda, aku serius. Aku dapet berita ini baru tadi. Yang aku denger kak Vena pacaran sama sahabatnya sendiri. Kak Rani” ucap Ryan, terus mempengaruhi Iqbal.
Iqbal terdiam,dia masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan Ryan. Dan Iqbal terus menyakinkan kepad Ryan bahwa berita itu bohong.
“kamu tahu itu darimana, plis yan. Jangan pernah percaya sama berita bodoh kayak gitu. Kak Vena gak seburuk apa yang mereka katakan. Mungkin orang yang menyebarkan berita itu hanya iri sama kak Vena”
“terserah, kamu mau percaya atau enggak sama aku, yang jelas aku sahabat kamu, jadi aku cuman mau ngasih yang terbaik buat kamu. Udah banyak murid yang tau masalah ini” tambah Ryan, yang langsung pergi meninggalkan Iqbal.
Kini dia terus memikirkan apa yang diucapkan Ryan. Walaupun dentangan bel masuk sudah berbunyi dan guru sudah mulai memberikan materi, tetap saja Iqbal tidak bisa konsentrasi dengan pelajaran hari itu. Dia tidak menyangka jika Vena, kakak kelas yang dia idolakan ternyata penyuka sesama jenis.

***
Pada saat istirahat ke dua.
Vena duduk di bangku kantin dengan Rani sahabatnya. Siang itu, dia ada janji dengan Iqbal di kantin. Sembari menunggu kedatangan Iqbal, Vena pun bersendai gurau dengan Rani.
Tetapi berbeda dengan Iqbal, kelas Iqbal belum diperbolehkan keluar oleh guru mapel saat itu. Dan Iqbal nampak gelisah.
“kenapa kamu bal?” bisik Ryan kepada Iqbal.
“aku ada janji sama kak Vena mau ngasih data siswa yang ikut camping” jawab Iqbal juga dengan nada berbisik.
“hah? Kamu mau ketemu sama kak Vena??” tanya Ryan, kaget.
“mendingan kamu gak usah ketemu sama kak Vena, aku takut, nanti kalau kamu sering ketemu sama kak Vena, perasaan kamu sama dia malah tambah dalem, mendingan nanti aku aja yang ngasih data itu” saran Ryan.
“tapi kan aku cuman mau ngasih kertas ini aja” bantah Iqbal.
“iqbal, aku sahabat kamu. Dan aku mau yang terbaik buat kamu. Aku cowok, dan aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Kalau kamu membiasain diri kamu buat ketemu sama Vena terus, kamu bakaln semakin cinta sama kak Vena. Aku cuman ingin mulai sekarang kamu menjauh dari kak Vena, sebelum rasa cinta kamu ke dia semakin besar. Aku gak mau kamu sakit hati untuk kesekian kalianya. Dan aku mau kamu dapet cewek yang lebih sempurna dari kak Vean” bujuk Ryan.
“tapi dimataku dia sempurna yan. Dan aku gak tahu, apakah diluar sana ada perempuan sesempurna kak Vena yang bisa membuat hidupku lebih semangat dan aku gak tahu, apakah rasa cinta ini bisa dengan mudah mencintai perempuan lain. Kamu tahu aku kan yan. Aku susah jatuh cinta”
“aku tahu bal. Tapi……”
Belum sempat Ryan melanjutkan bicaranya, tiba-tiba guru mapel saat igtu menutup pembelajaran.
“baiklah, pembelajaran ekonomi, saya akhiri sampai disini, Iqbal, tolong bawakan buku ini keruangan saya” ucap guru itu sembari berdiri tegap di depan kelas.
“saya bu?” tanya Iqbal kaget.
Guru itu hanya mengagukkan kepalanya dan pergi menuju keruang guru.
“ya aku tahu kamu sahabatku, dan semoga dengan cara ini aku bisa cari perempuan lain yang lebih sempurna dari kak Ve. Titip ini ke ka ve” ucap Iqbal kepada Ryan sembari mengeluarkan sesobek kertas yang berisi daftar nama murid yang ikut camping.
“okey” jawab Ryan mengedipkan matanya.
Lantas Iqbal berjalan mengikuti langkah guru ekonominya ke ruang guru.
Setibanya didepan pintu ruang guru, langkah Iqbal terhenti, dia merasakan ada sesuatu dikepalanya. Sakit itu datang lagi. Rasa sakit yang semakin hari semakin menyiksa hidupnya. Iqbal mencoba melangkahkan kakinya lagi, karena hannya tinggal beberapa langkah saja ia akan sampai didepan meja guru ekonominya itu.
Tak kuat menahan rasa sakitnya, buku yang semula ditangan Iqbal kini berjatuhan diatas lantai. Matanya kini berkunang-kunang, badannya senggoyongan dan kini tubuh Iqbal terjatuh di atas lantai.
Semua guru yang ada diruang itu sangat terkejut. Dan Iqbal segera dibawa menuju ke UKS.
Disisi lain, Ryan sedang menuju kekantin untuk menemui Rani dan Vena yang sudah menunggu dikantin sedari tadi. Setibanya dikantin, Ryan segera mendekat kearah mereka berdua duduk.
 “hai, kakak Vena” ucap Ryan sembari menduduki kursi kantin.
Senyum lebar menempel di wajah Ryan siang itu.
“hai, ngapain kamu disini?” tanya Rani.
“Iqbal mana?” tanya Vena.
Ryan menghentikan senyuman dan berkata,
“Iqbal, lagi diruang guru, biasalah, walaupun dia pendiem tapi dia suka buat masalah dikelas, ya jadinya dia dihukum sama guru, dan tadi dia nitip ini buat ka Vena” menyodorkan beberapa lembar kertas.
Lagi-lagi ryan berbohong, entah berapa dosa Ryan yang terbentuk saat itu karena ia sudah banyak melakukan kebohongan yang besar.
“ini data-data murid itu yah?” tanya Rani.
Ryan mengagukkan kepalanya.
“kak, ada yang bisa aku bantu gak buat acara camping kelas 10 nanti, siapa tahu aku bisa bantu-bantu panitianya?” tanya Ryan.
“enggak usah, semuanya udah diurusin sama panitia kok” jawab Rani
Vena terdiam, seperti ia memikirkan sesuatu. Iqbal, kini nama yang ada difikirannya, gelisah dan ragu dengan ucapan Ryan saat itu perasaannya mulai tidak menentu.
“aneh, mana mungkin iqbal batalin janji gitu aja cuman gara-gara dihukum sama guru. Kalau aku lihat dia tipe cowok yang gak suka bohong deh” ucap Vena dalam hati.
“kenapa kak? Kok kayak bingung gitu?” tanya Ryan kepada Vena yang sedar tadi nampak tidak fokus dengan topic pembicaraan.
“enggak ada apa. Aku kekamar mandi dulu ya” ucap Vena yang langsung pergi meninggalkan tempat.
Langkah kaki Vena menuntun Vena untuk menuju keruang guru saat itu. asa penasaran yang ada difikirannya. Ia ingin membuktikan ucapan Ryan.
Dari jendela ruang guru Vena nampak mencari keberadaan Iqbal. Namun Vena tak melihat ada sosok Iqbal didalamnya.
“Vena, ada apa kamu didepan ruang guru?” tanya pak roni yang mempergoki Vena didepan ruang guru..
“enggak ada apa-apa pak. Saya lagi cari seseorang” jawab Vena dengan nada yang gagap.
“siapa? Masuk saja, jangan mengidap-idap disitu, kamu mencari Rani ya? Atau Dimas?” ledek pak roni.
“bukan pak. saya lagi nyari Iqbal anak kelas 10, apa bapak liat tadi dia masuk ruang guru” jawab Vena.
“wah, kalo itu bapak gak tau, soalnya bapak habis dari lapangan” jawab pak roni. Vena terdiam dan tiba-tiba Bel masuk berdentang. Vena pun berpamitan kepada pak roni untuk kembali kekelas.
Pada saat itu juga Iqbal terbangun dari pingsannya. Dan dia segera menuju kekelas. Tapi setiba di depan pintu UKS, Iqbal berpapasan dengan Vena.
Iqbal pun terkejut. Dia pun segera menundukan mukanya sembari memegang kepalanya yang masih terasa sedikit pusing itu. Ingin dia menghindar dari Vena, ia melebarkan langkahnya untuk berjalan, tapi dihadang oleh  Vena.
Dengan segera Vena menarik tangan Iqbal. Ia pun terhenti.
“Iqbal, kenapa kamu di UKS. Tadi kata Ryan kamu lagi diruang guru?” tanya Vena,cemas.
“iya tdai aku habis dari ruang guru, tapi disuruh sama pak roni buat ambil obat” jawab Iqbal yang langsung pergi meninggalkan tempat.
“aneh banget sikap Iqbal, tadi pak roni habis dari lapangan, dan dia gak liat iqbal” ucap Vena dalam hati.
Kebohongan muncul dari mulut iqbale untuk menutupi penyakit yang dia derita sekarang. Tak ingin membuat sedih orang-orang yang berada disekitarnya, Iqbal terus menutupi penyakit yang ia derita.
Penyakit kanker darah stadium 3. Belum alam ini dokter mendiaknosa bahwa iqbal mengidap penyakit tersebut.
Berjalan dalam kesunyian, murid-murid sudah terduduk manis dibangku mereka masing-masing dan guru-guru pun sudah berada di tempatnya  untuk melaksanakan kewajiban mereka mengajar. Iqbal berjalan tertunduk meratapi apa yang terjadi pada dirinya sekarang. Darah segar yang menetes dari hidung Iqbal menambah sakit yang ia rasakan. Dengan segera Iqbal mengusapnya hingga bersih tak tersisa. Apalagi sakitnya sekarang ditambah dengan sakit batinya mendengar berita yang baru saja Ryan katakan kepadanya. Baru saja ia mencintai seseorang, namun ia merasa salah mencintai.
Tuhan yang membuat Iqbal jatuh cinta kepada Vena, padahal Iqbal baru dua hari yang lalu bertemu dengan sosok Vena. Bahkan Iqbal belum mengenal betul bagaimana sifat dan sikap Vena. Tapi keyakinan dalam hati Iqbale yang menuntun dia untuk mencintai dan mengagumi Vena.
***
Sepulang sekolah.
Seperti biasa, Iqbal pulang bersama Ryan.mereka berjalan dengan penuh tawa riang, bercanda, tertawa dan kebersamaanlah yang mereka rasakan saat itu, seolah-olah Ryan dan Iqbal melupakan sosok wanita yang mereka cintai sekarang yaitu Vena.
Sejenak keceriaan mereka terhenti setelah pandangan Ryan tertuju pada Vena akan berjalan menuju kearah mereka berdiri. Dengan segera Ryan menghalangi pandangan Iqbal agar ia tak mengetahui keberadaan Vena.
“bal, kamu pulang dulu aja. Ada barang aku yang ketinggalan dikelas” ucap Ryan.
“ya udah kamu ambil barang kamu sekarang, aku tunggu kamu didepan gerbang” tanya Iqbal.
“nanti aku pulang sendiri aja” suruh Ryan yang segera berlari kecil meninggalkan Iqbal.
Iqbal pun melanjutkan langkahnya. Dengan langkah yang pelan, ia menikmati kesendiriannya dan dan mencoba menikmati hidup dengan caranya sendiri.
Ryan, berlari kearah Vena dan Rani dan mencoba menghalangan langkah mereka.
“hai kak, mau kemana? Kok kayak buru-buru” tanya Ryan.
“Iqbal, mana? Dia udah pulang?” tanya Vena.
“iya, Iqbal baru aja keluar dari gerbang, soalnya dia udah dijemut sama mamanya” jawab Ryan.
“ya udah deh, berhubung Iqbal dah pulang, aku bolehkan minta bantuan ke kamu” pinta Vena. Dan dengan senang hati Ryan menerimanya, baginya ini adalah kesempatan yang bagus untuk mendekati Vena.
“minta tolong apa kak?” tanya Ryan.
“2harilagi, panitia camping, mau Ngadain GR di tempat camping, nah terus rencananya hari ini mau kesana buat Ninjau keadaan disana, dan kita butuh anak kelas 10 untuk ikut peninjauan, berhubung kakak ketemu cuman kamu, jadi kamu yang kita ajak ke tempat camping sekarang” ucap Vena menjelaskan semuanya.
“oke kak, dengan senang hati, aku bakal bantuin kakak” jawab Ryan dengan nada yang penuh semangat.
“ya udah, yuk kita keruang osis” ucap Vena mengajak Ryan menuju keruang osis.
Ryan pun mengikuti langkah Vena yang menuju ke ruang osis. Senyum lebar terpancar dari wajah Ryan, kemenanganlah yang saat itu Ryan rasakan. Berhasil menyingkirkan Iqbal untuk menjadi lawannya dalam mendapatkan Vena. Namun, ini bukanlah akhir dari perjuangan Ryan untuk mengambil hati Vena.
***
Sekitar pukul 5 sore, Iqbal menghubungi Ryan. Dan Iqbal berencana untuk mengajak Ryan pergi ketoko buku. Tetapi Ryan menolak ajakan Iqbal dengan alasan sibuk menemani mamanya berbelanja. Iqbal pun akhirnya mengurungkan niatnya ketoko buku. Dan dia kini kembali merenung di balkon kamarnya.
Kebiasaan itu muncul sejak iqbal sering merasakan kesepian, dan karena kegalauannya karna sering gagal dalam percintaan.
 Angin sore itu membawa Iqbal dalam ketenangan. Sejenak terdengar suara mobil mamanya yang baru saja pulang dari kantor, dan tak lama kemudian mama Iqbal sudah mengetuk kamar Iqbal.
“masuk aja ma” seru Iqbal.
Mama Iqbal pun membuka pintu kamar, dan mendekat ke arah Iqbal, membelai halus rambut anaknya, mencium kening anaknya. Saat itu juga Iqbal bersyukur karena detik itu dia masih diberi kesempatan untuk bisa merasakan belaian lembut seorang ibu. Kasih sayang yang diberikan oleh ibunya tak pernah kurang, walaupun kedua orang tua Iqbal sangat sibuk. Itulah yang membuat Iqbal dapat bertahan hidup sampai detik ini. Semangat dan motivasi yang diberikan keluarganya tak pernah putus.
Terkadang Iqbal bersyukur dengan penyakit yang diberikan oleh tuhan kepada dia, karena semenjak Iqbal di fonis leukimia, perhatian kedua orang tuanya menjadi lebih dari yang biasanya. Awalnya ia tak pernah sedikitpun diperhatikan, dibelai manja, di peluk bahkan di cium mesra oleh mamanya.
Belaian lembut itu masih dirasakan oleh Iqbal. Lalu muncul kata dari mulut kecil mamanya.
“kebiasaan kamu dari dulu memang tak pernah berubah sayang, sejak kecil kamu senang sekali merenung di balkon kamar kamu, disaat kamu merasa kesepian tempat ini yang menjadi satu-satunya tempat untuk kamu merenung atau mungkin untuk kamu menghibur diri kamu. Sayang, maafin mama kalau selama ini, mama kurang memperhatikan kamu. Mama sadar ternyata nikmat yang Allah berikan kepada mama sangat besar dan berlimpah. Mama punya anak seperti kamu dan Frans. Mama punya keluarga yang utuh. Mama menyesal dengan sikap mama yang dulu, yang lebih mementingkan uang daripada kebahagiaan keluarga mama sendiri. Mama bersyukur kepada allah karena dia masih memberikan mama kesempatan membelai kamu” ucapnya tersenyum dengan binar air mata mulai sedikit muncul dan meluncur di atas pipinya..
“iya ma, tempat ini adalah tempat yang selalu setia menemani Iqbal. Iqbal merasa nyaman kalau ada ditempat ini” jawab Iqbal.
Sejenak Iqbal memandang kearah wajah ibunya.
“mama kenapa nangis?” tanyanya dengan nada polos, seperti anak kecil yang ingin di manjakan ibunya.
Mama Iqbal mangakat tangannya dan mengelus lembut rambut anaknya. Kemudian keduanya saling menatap. Lalu tersenyum.
“mama sayang sama kamu, mama belum siap kehilangan kamu. Mama yakin, kamu akan mampu bertahan hidup nak. Mama menyesal, entah berapa banyak uang yang harus mama bayar untuk menghilangkan rasa penyesalan ini nak” ucap mama Iqbal dalam hati. Matanya terus memandangi Iqbal dengan rasa penuh kasih sayang.
“mama kenapa liat iqbal sampe kayak gitu. Iya iqbal tau kok kalau Iqbal keren, cool, ganteng, imut” ucap Iqbal yang masih mengeluarkan kata-kata leluconnya..
Kemudian kedua saling tertawa riang. Menghempas cerahnya sore itu dengan penuh canda dan tawa. Walau sebernarnya terselip rasa pedih diantara mereka.
“memangnya mama gak boleh liatin anak mama yang super ganteng ini”
“bolehlah ma, boleh banget malah” jawab Iqbal sembari menyelipkan tawa diantara ucapan.
“ya udah, papa udah nunggu kita di meja makan, yuk kita makan bareng” ajak mama Iqbal, yang beranjak dari tempat ia duduk semula.
“oke” Ucap Iqbal dengan nada yang bersemangat.
Ia pun beranjak dan mengikuti langkah kaki mamanya yang sidah berjalan beberapa langkah lebih depan dari Iqbal. Setibanya di pintu kamar, Iqbal merasakan sakit itu lagi. Dan kini kepalanya benar-benar merasa tidak dapat menahan sakit. Ingin ia menyembunyikan rasa sakit itu dihadapan mamanya, karena dia tidak ingin melihat mamanya bersedih dan khawatir. Namun tak sanggup menahannya lagi, badan Iqbal terdorong kedepan dan terjatuh.
“iqbal” teriak mamanya panik setelah melihat iqbal kesakitan dilantai.
“kepala Iqbal sakit banget” ucap Iqbal merintih.
Mama Iqbal sangat panik dengan keadaan Iqbal, padahal, ini bukan pertama kali mama Iqbal menangani anaknya yang tiba-tiba sakit kepala.
Rasa pedih itu muncul kembali saat melihat anak kesakitan. Ia tak mampu menahan. Dalam fikirannya selalu berkata “Ya Allah pindahkan saja penyakit dalam diri anakkku kepadaku, aku benar tak sanggup setiap kali harus melihat dia kesakitan. Hati ini menangis dan merintih memohon hanya kepadamu, sembuhkan anakku. Jangan siksa anakku. Lebih baik kamu menyiksa diriku”
Mama Iqbal pun segera membawa Iqbal menuju ke ranjangnya.
“kamu udah minum obatkan?” tanya mamanya.
“udah ma, kepala Iqbal sakit banget” rintih Iqbal yang terus kesakitan.
“kamu tahan ya sayang, mama telepon dokter dulu” ucap mama Iqbal masih dengan nada panik dan mengambil telepon genggam yang ada di sakunya.
***
Beberapa menit kemudian dokter itu datang dan segera memberi obat penenang kepada Iqbal. Ia pun tertidur.
“gimana dok, sama keadaan anak saya??” tanya mama Iqbal.
“saya harus bicara dengan anda dan ayah Iqbal” ucap dokter sembari keluar dari kamar Iqbal. Dan obat penenang yang di berikan dokter untuk Iqbal telah membuat Iqbal tertindur.
“penyakit anak ibu, saya rasa sudah semakin parah, memang Iqbal terkadang terlihat sehat seperti orang-orang biasanya, tetapi sebenarnya organ-organ tubuh dalam Iqbal merasakan sakit yang luar biasa, kadang Iqbal sering merasa sakit kepala dan tiba-tiba pingsan, apakah akhir-akhir ini dia sering merasakan sakit dikepalanya?” ucap dokter panjang lebar.
“iya dok, akhir-akhir ini dia memang sering mengeluh sakit kepala dan mimisan” jawab mama Iqbal.
Sejenak dokter terdiam. Mama Iqbal terus mengeluarkan air mata didalam dekapan suaminya. Ayah Iqbal selalu setia menemani ibunya, beliau adalah satu-satunya orang yang dapat menenangkan ibu Iqbal disaat panik melihat Iqbal terbaring lemah di tempat tidur.
Dokter membuka tas yang ia bawa lalu membuka hasil laporan tes darah iqbal beberapa hari yang lalu.
“ini hasil laporan tes darah Iqbal minggu lalu. Dan Iqbal dinyatakan mengalami leukimia stadium lanjut, dan tidak ada satupun yang bisa memprediksi berapa lama lagi dia akan bertahan hidup”
Perkataan dokter tersebut sentak membuat mama Iqbal terkaget, bibirnya tidak mampu bergerak, dan kini air matanya semakin banyak menetes melewati kulit pipinya yang lembut itu.
“maksud dokter. Umur iqbal tidak akan lama lagi?” tanya ayah Iqbal.
Dokter hanya mengagguk pelan menjawab pertanyaan ayah Iqbal.
Ayah Iqbal tertunduk lemah. Dan kali ini tak ada seorang pun yang bisa menangkan hatinya. Tapi bagaimana pun juga beliau harus terlihat tegar dan kuat.
Mama Iqbal melepaskan pelukan suaminya, tubuhnya beranjak seolah ingin mengucapkan kata-kata pembelaan.
“dokter bukan Tuhan yang bisa memprediksi umur pasiennya. Dokter tidak pantas mengucapkan jika umur Iqbal hanya tinggal sebentar. Dokter harus berusaha menyembuhkan anak saya” ucap mama Iqbal dengan nada terengas-engas menahan tangisan. Dan ayah Iqbal terus menahankan emosi yang keluar dari diri istrinya.
Sementara itu Dokter memutuskan untuk pulang.
Air mata terpecah malam itu. Kesedihan melanda kedua orang tua Iqbal yang tak kuasa melihat penderitaan anaknya. Keduanya memutuskan untuk menemui iqbal yang sudah tertindur dikamarnya.
Masih dalam dekapan suaminya, mama Iqbal berkata dalam hati, sembari duduk disamping iqbal tertidur lelap.
 “mama sayang sama Iqbal, jangan tinggalin mama sendirian disini nak. Mama belum siap kehilangan malaikat mama yang kedua. Mama ingin dihari tua mama nanti ada dua malaikat mama yang selalu menemani mama dan menghibur mama disaat mama sendiri. Kamu masih terlalu muda untuk merasakan penderitaan yang bergitu pedih ini nak.  Kamu masih terlalu muda untuk meninggalkan dunia yang indah ini. Mama ingin melihat kamu tumbuh menjadi lelaki dewasa. Yang tampan beribawa dan mempunyai keluarga yang bahagia. Mama yakin kamu akan mampu bertahan nak”
“bertahan nak. Jangan buat kita bersedih. Kuat dan lawan penyakit yang kini kamu derita. Papa siap menggantikan posisimu. Papa siap jika harus berbaring lemah di tempat tidur. Papa siap merasakan kesakitan. Satu yang papa belum siap hingga sekarang, yaitu kehilangan kamu nak”
Ucapkan yang keluar juga dalam hati seorang ayah yang melihat anaknya berbaring lemah. Dan kali ini, air matanya tak mampu ia bendung lagi. Matanya memerah dan segumpal air turun dari bola matanya.

***
Pagi harinya.
Langit nan cerah dan bercahaya, burung-burung yang berkocehan menghiasi pagi yang seperti tersenyum itu. Semua insan bersiap untuk melakukan aktivitas harian mereka.
Iqbal terbangun dan membuka matanya secara berlahan, terlihat olehnya, seorang lelaki muda terduduk di kursi belajarnya.
“kak Frans” panggil Iqbal dengan mata yang masih mengantuk.
Ternyata itu adalah kakak Iqbal yang baru saja pulang dari amerika, namanya Frans. Frans mengambil kuliah di amerika selama 2thn, dan dia mengambil cuti untuk pergi ke indonesia melihat keadaan Iqbal.
Semalam kedua orang tua Iqbal sudah menghubungi Frans. Sama seperti paniknya kedua orang tua Iqbal, mendengar kabar yang di bertahukan kedua orang tuanya, dengan segera Frans mengambil terbang ke Indonesia.
“udah bangun” sapa Frans, mengeluarkan senyum khas dari mulutnya.
“ini jam berapa kak?” tanya Iqbal, terbangun dari ranjangnya.
“baru jam 6 pagi” jawab Frans singkat.
“hah? Jam enam, gawat, bisa-bisa aku telat” ucap Iqbal panik. Dia pun dengan segera turun dari tempat tidurnya, lalu masuk kekamar mandi dengan tergesa-gesa.
“kamu mau berangkat sekolah? Yakin kamu udah sembuh?” tanya Frans.
“yakin, aku gak papa kok. Buktinya sekarang aku sehat-sehat aja kan kak” jawab Iqbal.
Kurang lebih 30 menit kemudian, Iqbal keluar dari kamar dan menuju kemeja makan untuk sarapan bersama keluarganya.
“Iqbal? Kamu mau sekolah?” tanya mamanya heran.
“iya ma, memangnya kenapa?” tanya Iqbal yang menatap wajahnya mamanya dengan penuh keheranan, kemudian ia mendekat kearah mamanya.
“sudah sembuh nak?” tanya mamanya.
“udah mama sayang, papa mana?” tanya Iqbal sembari memberikan satu kecupan di pipi kanan mamanya.
Mama Iqbal tersenyum senang melihat tingkah anak keduanya. Dan ia bersyukur kepada Tuhan karena sampai detik ini masih diberi kesempatan untuk dicium, dan sarapan bersama kedua anaknya.
“udah berangkat barusan” jawab mamanya.
“ya udah, Iqbal berangkat dulu ma” ucap Iqbal berpamitan dan hampir mencium tangan mamanya yang masih memegang sendok.
“kamu sarapan dulu nak?” suruh mama Iqbal dengan nada khawatir.
“gak usah, Iqbal lagi males sarapan, nanti sarapan disekolah aja” jawab Iqbal dengan tergesa-gesa meminum susu putih kesukaanya yang sudah tersedia dimeja. Iqbal terdiam, ia merasa ada seseorang yang menarik tas nya dari belakang.
“apasih kak, lepasin tas Iqbal, nanti aku telat. Aku janji nanti sarapan disekolah” keluh Iqbal.
“kalo kamu gak sarapan, aku gak bakalan ngelepas tas kamu” ancam Frans.
“iya-iya aku sarapan” jawab Iqbal dengan nada terpaksa, lalu mengambil secuel roti dan memberinya selai strowberry.
Kemudian Frans beranjak dari tempat duduknya, dan mengambil tas Iqbal yang berada disampingnya..
“tas aku mau diapain aku?” tanya Iqbal.
“aku anterin kamu kesekolah” jawab Frans singkat.
“gak usah kak, aku bisa naik angkot” sentak Iqbal yang beranjak dari kursinya dan menarik tasnya.
“udah sana makannya cepetan, aku tunggu di mobil” jawab Frans yang mencoba melepaskan genggaman Iqbal yang menyentuh tasnya.
Ya, seperti itulah, Frans adalah kakak yang keras kepala. Dia begitu sayang dengan Iqbal. Dan sejak dulu Iqbal tidak pernah berhasil membantah perkataan Frans.
Dengan tergesa Iqbal memakan roti yang ada dihadapannya.
“pelan-pelan aja makannya” nasehat mama Iqbal.
Tak lama kemudian roti dihadapan Iqbal sudah habis dan ia keluar menuju kemobil. Akhirnya dia pergi kesekolah bersama kakaknya.
Senyum senang menghiasi wajah ibu Iqbal pagi itu, melihat keakuran dan tingkah laku kedua anaknya.
***
Sesampainya di sekolah.
Iqbal turun dari mobil Frans yang mengantarkannya hingga depan pintu gerbang sekolahnya.
Setelah turun dari mobil, Iqbal segera memasuki  pintu gerbang, mata nya tiba-tiba tertuju pada mobil silver yang baru saja masuk kearea sekolahnya, dan terhenti tak jauh dari tempat Iqbal berdiri.
Vena keluar dari mobil itu dan menghampiri Iqbal.
“Iqbal” panggil Vena dan melambaikan tanganya, ia berlari kecil menuju kearah Iqbal.
Iqbal tidak menjawab dan memalingkan wajahnya. Kini dia bimbang, dan berfikir “jalan terus atau menunggu kak Vena sampai ada dihadapanku”.
Bimbang kini yang dialami oleh Iqbal, ia tak tahu harus menuruti kata sahabatnya atau kata hatinya. Jika menuruti kata Ryan, ia harus segera meranjak dari tempat ia berdiri, namun jika ia menuruti kata hatinya, ia tak boleh beranjak dan menunggu Vena hngga tiba dihadapannya.
Vena semakin mendekat. Dan sikap yang dilakukan Iqbal adalah pergi dari tempat dia berdiri. Iqbal lebih menuruti sahabatnya, karena dia yakin, sahabat selalu menginginkan yang terbaik untuk sahabatnya.
***
Malam harinya, disebuah Cafe dengan nuansa romantis, dua insan sedang berpadu kasih. Dua sahabat yang masih belia itu, terduduk di meja cafe nomer 25. Tak ada kata yang terucap diantara mereka dua. Bahkan kedua sangat bingung, kenapa saat itu merek berdua dapat berada di dalam cafe itu.
“dim, kamu gak salah ngajak aku ke cafe ini?” tanya Vena.
Dimas tersenyum dan menjawab,
“udah dari jauh-jauh hari aku pengen ngajak kamu kesini. Dan aku nunggu banget waktu yang tepat buat ngajak kamu ke cafe ini”
Vena tersipu malu mendengar jawaban Dimas.
“ven. Apa aku boleh jujur sama kamu?” tanya Dimas, melanjutkan bicaranya.
“bolehlah dim. Kita kan sahabatan. Hubungan persahabatankan emang seharus saling jujur”
“aku tahu Ven kita sahabatan sejak kelas 10. Tapi sebenarnya, aku punya perasaan ke kamu lebih dari sahabat” dimas menghentikan bicarannya. Dan sekejab Vena terkejut dengan ucapan Dimas.
“maksud kamu apa dim?”
“aku punya perasaan yang spesial buat kamu. Perasaan yang udah mulai aku rasain sejak pertama aku ketemu sama kamu. Kamu masih inget pas awal pertama MOS. Kamu baris di samping aku. Rasanya itu degdegan banget. Sejak itu aku beraniin buat ngedeketin kamu. Meski aku baru berani jadiin kamu teman aku. Waktu terus berjalan, dan aku udah gak kuat buat nyimpen perasaan ini sendiri. Kamu spesial di hati aku Ven”
“kamu tahu alesan aku, kenapa aku nolak setiap cewek cantik yang deketin aku? Karena aku masih bertahan sama perasaan aku kekamu. Walau aku terus mencoba buat ngehilangin perasaan ini, supaya persahabat kita tetep utuh. Aku inget Ven, tiap kali kamu ngejekin aku. Yang aku jomblolah, yang aku gak lakulah. Tapi ini semua buat kamu” lanjut Dimas.
“jadi selama ini kamu….” Ucap Vena yang tak kuat melanjutkan bicaranya.
Tangan Dimas menggegam tangan Vena yang tergeletak manis di meja itu.
“aku punya lagu buat kamu” ucap Dimas yang lalu menyanyikan suatu lagu romantis untuk Vena.
Kamulah bintang-bintang hatiku
Akan kujaga selalu
Selalu tetang kamu
Takku sangka semua terjadi dengan nyata
Kusambut terang karna kau telah datang sayang
Tenanglah dirimu tak akan kusiakan
I have been waiting so long
for you to hear this love song
“girl you are mine, in my heart, in my soul, heaven knows i love you so. Are you be my girl?” lanjut Dimas.
Vena bimbang dan tak tahu harus berkata apa. Kini yang dia fikirkan adalah sahabatanya Rani. Ia tidak mau persahabatannya rusak hanya karna dia menerima cinta dari dimas.
“sebenernya. Aku juga punya perasaan ke kamu dim” ucap Vena pelan.
“ya aku tahu. Aku tahu dari Rani, sejak kelas 10 dulukan?” tanya Dimas.
“rani udah cerita semua kekamu?” tanya Vena.
“udah. Dan rani yang nyuruh aku buat cepet nembak kamu” ucap Dimas bersemangat.
Vena terdiam dan tersenyum.
“so, gimana jawabannya?” tanya Dimas tersenyum.
Anggukan kepala Vena menandakan bahwa ia menerima cinta dari Dimas. Cinta yang selama ini dia pendam demi menjaga persahabatan mereka bertiga.
Sebagai tanda menyatunya hati manusia, Dimas memberikan sebuah kalung cantik dengan liontin love kepada Vena. Dimas pun memakaikannya dileher Vena.
“jangan, nanti aku pasang sendiri aja” ucap Vena menolak perilaku Dimas yang memakaikan kalungnya tersebut.
“kenapa?” tanya Dimas.
“aku mau kasih tahu Rani dulu, aku pengen Rani aja yang makein kalung ini. Bolehkan?”
Dimas hanya tersenyum. Dan malam itu mereka sangat bahagia. Bahagia karena dapat mempersatukan hati mereka dengan orang yang mereka cintai. Makan malam yang lezat dihadapan mereka, menghantarkan mereka menikmati malam yang cerah dan indah itu.

***
Siang harinya, Vena mencari keberadaan Ryan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan sikap Iqbal berubah. Awal pertemuan mereka, Vena merasa jika Iqbal nantinya akan menjadi teman yang baik untuk dia. Tapi Vena masih penasaran apa yang membuat sikap Iqbal berubah
Dikantin, Vena menolehkan pandangannya kepada sosok pria yang terduduk seorang diri dibangku kanti sedang asik menyantap semangkuk bakso. Dan pra itu adalah Ryan.
Vena pun menghampiri Ryan.
“Ryan, kamu tau gak kenapa sikap Iqbal berubah?” tanya Vena, yang  berdiri di belakang Ryan.
Mendengar pertanyaan itu, Ryan tersedak.
Ryan pun menolehkan pandanganya kebelakang. Dia takut dan bingung harus menjawab apa dari pertanyaan Vena.
“Kenapa kamu?, aku ganggu kamu ya?” tanya Vena, panik.
“enggak papa, cuman aku kaget tiba-tiba pas lagi makan, eh kak Vena dibelakang,  kan aku gak tahu kalo dibelakang ada orang” jawab Ryan, tersenyum getir.
Vena mendudukan badannya di kursi kantin samping Ryah.
“aku butuh jawaban kamu sejujur-jujurnya yan. Apa yang membuat sikap Iqbal berubah sama aku. Dia terkesan menjauh sama aku. Aku bingung. Apa aku punya salah sama dia?” tanya Vena, yang terus mendesak Ryan untuk menjawab.
Ryan menghela nafas dan berkata “mungkin sikap Iqbal berubah itu, gara-gara dia udah nyebarin berita kalo kaka itu letsby”
“Ryan aku tanya serius!” bentak Vena.
“iya kakak sayang, aku jawabnya juga serius. Iqbal itu nyebarin gosip kalo kak Vena itu penyuka sesama jenis, dia nyebarin berita itu ke anak-anak satu kelas dan sekarang temen-temen sekelasku ngira kalo kakak beneran penyuka sesama jenis. Iqbal menjauh dari kakak, mungkin karena Iqbal takut sama kaka, gara-gara dia udah nyebarin gosip kayak gitu” ucap Ryan.
Vena pun tak dapat menahan emosinya. Tanganya mulai mengepal dan “bruuukk” suara meja yang di tinju oleh Vena.
Air bakso yang semula tenang pun ikut terguncang karena ulah Vena. Ryan pun merasa takut dan aneh melihat kemarahan Vena yang tak seperti biasanya. Namun didalam hati Ryan terselip rasa bangga, karena mulai berhasil membuat Vena benci kepada iqbal.
Vena pun beranjak dari kursinya dan menuju kekelas untuk menceritakan hal tersebut kepada Rani dan Dimas.
Tak lama setelah Vena pergi. Iqbal datang menghampiri Ryan.
“aku cari-cari ternyata kamu ada disini” seru Iqbal yang duduk di bekas bangku yang diduduki Vena.
“Iya, kenapa nyari aku?” tanya Ryan gugup.
“kamu kenapa yan. Bukannya kita emang selalu bareng yang kalau pas istrahat. Wajarlah kalau aku cari kamu” ucap Iqbal.
“owh, maaf bal, aku kentin duluan, soalnya aku laper banget” jawab Ryan.
“Ryan aku mau tanya sesuatu ke kamu” ucap Iqbal.
“ tanya apa?”.
“yan, aku sayang banget sama kak Vena. Aku pengen banget nyatain perasaan aku ke dia, kira-kira dia mau bakal nerima cinta aku gak ya?” tanya Iqbal dengan nada yang sangat polos.
“APA!! Maksud kamu, kamu mau nembak kak Vena” ucap Ryan terkejut. Matanya terbelalak lebar dan bibirnya melongo.
“iya, aku cuman mau dia tahu tentang perasaanku kedia. Siapa tau dengan cara itu dia bisa sembuh dari penyakitnya yang letsby itu” lanjut Iqbal.
“hey bal, kamu baru aja kenal kak Vena kemarin. Dan tiba-tiba kamu nembak kak Vena. Apa mungkin dia percaya sama kamu. Mendingan kamu fikir dulu aja bal. Apa kamu udah yakin sama perasaan kamu. Kamu baru aja kenal dia kemarin, dan kamu belum tahu gimana sifat kak vena”
“tapi aku yakin banget yan kalau aku jatuh cinta sama kak Vena. Sejak awal aku ketemu dia. Sejak pertama aku natap matanya. Sejak pertama aku denger suaranya. Semuanya itu beda. Dia seperti malaikat yang datang dan memberikan semangat di hidupku”
“yang jelas kak Vena bakal ilfeel sama kamu, secara, kak Vena itu sukanya sama sejenis” ucap Ryan dengan nada yang sangat pelan.
“iya aku tahu, tapi aku gak bisa mendam perasaan ini. Aku bakal terima keputusan apapun dari kak vena. Aku siap kalau kak Vena nolak cinta dari aku” ucap Iqbal panjang lebar.
“ Gini, gimana kalo nanti aku aja yang bilang ke kak Vena kalo kamu suka sama dia” tanya Ryan.
“kamu mau jadi perantara cinta aku sama kak Vena?” tanya Iqbal.
“iya, bisa dibilang begitu” jawab Ryan.
“serius, makasih ya, kamu emang sahabat aku yang paling baik,sekarang aku mau kamu kasih surat ini ke kak Vena” ucap Iqbal, sembari memberikan surat kepada Ryan.
Dan sentak perkataan Iqbal tadi membuat hati Ryan tersayat. Hati Ryan berkata “kamu salah bal kalau menganggap aku sahabat kamu yang paling baik, aku udah ngefitnah kamu demi aku ngedapetin perempuan idaman aku, maaf bal”
***
Pada saat istirahat.
Ryan menemui Vena dan Rani dikelas mereka. Ia memberanikan diri untuk memasuki ruang kelas 11. Sedangkan Iqbal memutuskan untuk tetap dikelas, karena ia tak mau melakukan banyak aktiftas agar penyakitnya tidak kambuh disekolahan
Sesampainya dikelas 11.
“hai kak” sapa Ryan.
“Ryan? Ada apa kamu kesini?” tanya Vena yang masih sibuk membereskan buku pelajarannya yang berada di meja.
“kenapa kamu disini. Lebih baik kamu sama temen kamu yang suka fitnah orang sembarang itu” ucap Rani dengan nada emosi.
“udahlah ran, yang salahkan Iqbal, kenapa kamu malah marahin Ryan?, dia kan gak salah apa-apa” tanya Vena.
“maaf, kak ! Aku kesini mau ngasih sesuatu sama kak Vena. Ini dari Iqbal” ucap Ryan.
“Iqbal? Dia mau minta maaf? Bilang sama dia, kalo aku udah maafin dia. Jadi dia gak perlu minta maaf lagi” ucap Vena.
“Bukan itu kak. Eeem Tadi.. Iqbal nitip....” ucap Ryan dengan nada yang gugup.
“kamu kalo bicara yang bener, jangan kayak aziz gagap gitu?” bentak Rani.
“em, Iqbal nitip surat ini kekakak, dan tadi aku gak sengaja buka surat ini, ternyata isinya bilang kalo Iqbal bakal nyebarin gosip tentang kak ve yang lestby” ucap Ryan, sembari menyerahkan surat itu kepada Vena.
Dan lagi-lagi Ryan berbohong. Ryan sudah menukar surat buatan Iqbal dengan buatanya sendiri yang isinya pun berbeda dengan yang asli.
“gak mungkin dia kayak gitu, aku gak seperti yang dia kira, dan Iqbal gak mungkin ngefitnah orang tanpa sebab, walaupun aku baru aja kenal sama dia. Tapi yakin, iqbal pasti punya alasan kenapa dia kayak gini sama aku, sekarang aku mau minta penjelasan ke Iqbal, kenapa dia bisa ngefitnah aku kayak gitu” ucap Vena yang beranjak dari tempat duduknya.
“jangan sekarang kak, lebih baik, sekarang kakak lihat mading dulu, Iqbal udah nempel berita tentang kakak di mading” ucap Ryan.
Ternyata sebelum kekelas Vena dan Rani, Ryan sengaja untuk menempelkan secarik kertas di mading yang berisi berita tentang Vena adalah penyuka sesama jenis. Dan Ryan membuat seolah-olah bahwa Iqbal lah yang menempelkan berita tersebut.
Vena merasa jengkel dengan tingkah Iqbal, dan Ryan tersenyum licik melihat kekesalan Vena.
Vena beranjak pergi dari hadapan mading dan segera menuju kekelas Iqbal dengan perasaan yang sudah sangat emosi. Dia tidak pernah berfikir jika Iqbal akan berbuat sejahat ini kepadanya. Tangannya mengepal, alisanya naik. Wajah lembut Vena pun sudah tak nampak saat itu.
Dikelas Iqbal.
“bal. kenapa kamu dari tadi duduk dikelas, biasanya kamukan sama Ryan, kamu lagi sakit ya, muka kamu pucet gitu?” tanya salah satu teman sekelas Iqbal.
“aku baik-baik aja, aku cuman lagi pengen dikelas, soalnya diluar panas” jawab Iqbal, ia tidak mau memberi tahu temannya, bahwa siang itu kondisi dia sangat lemah, sehingga tidak keluar kelas.
Selesai berucap Iqbal terkejut setelah Vena menggebrak mejanya 'brrakk' dan baru kali ini Vena berbuat brutal dengan memukul meja sekeras itu.

“kak Vena? Ada apa?” tanya Iqbal terkejut, dan meranjak berdiri.
“udah cukup bal, akting kamu ke aku selama ini. Aku udah tau gimana busuknya kamu. Mulai sekarang aku gak mau kenal sama kamu lagi. Dari awal aku ketemu sama kamu, aku fikir kamu orang yang bisa diajak sahabatan, tapi ternyata aku salah. Kamu adalah orang yang penuh kemunafikan. Aku menyesal pernah kenal sama kamu” ucap Vena marah.
“maksud kakak apa?” tanya Iqbal dengan wajah yang penuh keheran melihat Vena yang datang dan tiba-tiba marah..
“jangan pura-pura gak tahu.  Maksud kamu apa ngasih surat itu ke Vena” ucap Rani.
“jadi karna itu kakak marah sama aku? Aku ngasih surat itu, karna aku cuman pengen kak Vena tahu tentang perasaan aku ke kakak” jawab Iqbal
Suasana memanas. Vena semakin emosi. Dan permainan Ryan saat itu berhasil. Vena marah dengan surat yang seolah dari Iqbal itu.
“aku kecewa sama kamu bal” ucap Vena dan langsung pergi meninggalkan tempat.
Vena pun beranjak pergi dari kelas Iqbal.
“ini ada apa sih?” tanya Iqbal yang memandangi Ryan sahabatnya.
Ryan hanya menggeleng kepalanya .
Semua kericuhan berakhir, dan Iqbal tidak menyangka jika surat yang ia berikan akan membawa petaka bagi dirinya sendiri.
Ryan mendekat ke arah Iqbal dan menjelaskan semuanya.
“apa aku bilang, kak Vena marah setelah baca surat dari kamu. Hal yang gak aku pengen kejadian juga kan. Aku gak pengen lihat kamu sedih hanya karna cinta bal” ucap Ryan menasehati Iqbal dibalik semua kebusukannya.
“tapi ini aneh yan. Gak mungkin hanya karna surat itu kakVena sampe marah sama aku. Dia boleh marah, tapi gak harus sampe semarah tadi” ucap Iqbal dengan wajah kecewa.
“oke, kamu fikir ulang. Tadi gak cuman kak Vena yang marah tentang surat yang kamu kasih tadi. Tapi kak Rani juga marahkan. Berarti kak rani juga gak suka sama isi surat yang kamu kasih ke kak Vena. Kak Rani cemburu bal sama isi surat itu” jelas Ryan yang semakin pandai membuat sekenario kehidupan ini.
Sejanak suasana hening.
Iqbal menundukan wajahnya. Baru kali ini ia sakit lagi karena cinta, setelah sekian lama tak mendapat seorang wanita yang dapat membuatnya jatuh cinta.
“ya allah. Kenapa seperti ini. Andai saja aku bisa merubah sikap kak Vena. Aku tak pernah menyangka jika wanita yang aku cintai punya kelainan seperti itu. Jika aku diberikan kesempatan untuk bisa merubah sikapnya, aku berjanji akan menyembuhkan dia. Tapi apa aku mampu. Aku hanya lelaki lemah yang hanya bisa menunggu takdir akhir kehidupanku. Mungkin aku tak akan mempunya kesempatan untuk merasakan indahnya mencintai dan dicintai”
 Dengan berlahan Ryan menaikan wajah Iqbal yang tertunduk didepannya. Dan setetes air mata jatuh ditelapak tangannya yang mengenggam dagu Iqbal.
“Iqbal kamu nangis?” tanya Ryan.
“aku gak nangis, aku kekamar mandi dulu yan” jawab Iqbal singkat.
Iqbal pun memutuskan untuk keluar dari kelas dan membersihan air mata yang sempat menetes di pipinya yang bersih itu.
Ryan tersayat hatinya melihat sahabatannya menangis tepat dihadapannya karna ulahnya sendiri. Namun tak ada sedikitpun rasa penyesalan yang di rasakan Ryan.
Baru beberapa langkah Iqbal meninggalkan kelasnya, tiba-tiba Iqbal berjalan sengoyongan, matanya tiba-tiba berkunang-kunang. Ia menyandarkan dirinya pada tembok sekolah, dan mengusap hidungnya yang sudah penuh dengan darah itu.. Terlihat oleh murid yang lain yang lewat disamping Iqbal.
“kamu kenapa bal?” tanya murid sekelasnya yang kebetulan melalui jalan itu.
Iqbal terdiam, ia hanya menggelengkan kepalanya dan belanjutkan langkahnya menuju kamar mandi sekolahnya.
Usai dari kamar mandi, Iqbal tidak sengaja melihat Vena dan Rani sedang terduduk di bangku kantin. Dia berhenti sejenak dan memandang ke arah Vena dan Rani.
“aku gak nyangka kalo jalan hidup orang yang aku sayang itu bakal kayak gini. Ya Allah aku ingin engkau bisa segera menyadarkannya, aku sangat menyayanginya dan aku ingin dia bisa menerimaku,walau aku gak akan bisa dapetin dia, tapi rasa cinta aku kedia  gak akan pernah berubah” ucap Iqbal dalam hati.
Sepulang sekolah.
Frans sudah menunggu Iqbal didepan gerbang sekolah, ia berdiri sembar memainkan kunci mobil dengan jari-jemarinya, dan bergaya sok cool didepan anak-anak SMA.
Melihat kakaknya itu, Iqbal pun mendekat ke arah kakaknya itu.
Krinccing. Bunyi kunci mobil yang terjatuh tepat dibawah Iqbal berdiri. Ia pun segera mengambilnya.
“kakak ngapain berdiri disini, nunggu didalam mobilkan bisa” ucap Iqbal yang siang itu terasa bad mood.
“dimobilkan panas, ya udah kakak nunggunya disini, mana kunci nya” pinta Frans.
“mobil aku yang nyetir” ucap Iqbal yang langsung berjalan menuju mobil kakaknya yang terparkir di depan sekolah.
“eh gak bias, bahaya kalo kamu yang nyetir. Kamu kan belum punya SIM” ucap Frans menghadang Iqbal.
Saat akan memasuki mobil, Tak sengaja pandangan Iqbal tertuju pada sepasang siswa yang baru saja keluar dari sekolah dengan berboncengan motor, dan ternyata itu Vena dan Dimas. Iqbal terdiam dan raut mukanya tiba-tiba berubah. Lalu Iqbal menyerahkan kunci mobilnya ke Frans.
“kenapa bal?” tanya Frans yang heran melihat tingka Iqbal yang tiba-tiba terdiam.
“ini kuncinya. Kak Frans aja yang nyetir. Aku belum punya SIM” ucap Iqbal yang lalu masuk ke mobil.
“kamu gak papa kan bal?” tanya kak Frans
“cuman agak pusing sedikit kak, biasalah, habis pelajaran matematika” jawab Iqbal.
“kamu pusing, tapi kamu gak papa kan?” tanya Frans panik.
“enggak papa, udah cepet masuk, kita langsung pulang” ajak Iqbal yang sudah bertengger di atas mobil.
Dimobil.
Iqbal hanya terdiam, dan mobil terus melaju stabil menuju ke rumah mereka.
***
Malam harinya sekitar pukul 7, Rani dan Vena  menikmati santapan di cafe salah satu mall.
“gimana kencannya kemarin sama dimas? Sukses?” tanya Rani
“dia ngasih ini” jawab Vena sembari melihatkan kalung pemberian Dimas.
“so sweet. Dia ngasih ini. Romantis banget sih. Aku gak nyangka kalau dia orangnya romantis” ucap Rani terkejut setelah Vena mengeluarkan kotak kecil yang berisi kalung cantik.
“iya” jawab Vena tersenyum cerah.
“berarti kamu terima dia kan ? akhirnya setelah sekian saling diem-dieman tentang perasaan, sekarang kebongkar juga kan” ucap Rani tidak melanjutkan bicaranya.
Vena hanya tertawa lebar. Dan Rani sangat bahagia menatap wajah sahabatnya yang penuh kegembiraan.
Disaat yang sama, Iqbal dan Frans sedang bertandang juga di mall tersebut, Iqbal terhenti setelah melihat Vena dan Rani sedang asik tertawa dan bercanda. Kecurigaan pun kini muncul dibenak Iqbal.
“kenapa kamu berhenti?” tanya Frans.
“kak, aku laper, makan dulu yuk” ajak Iqbal.
“kesabet apa kamu dek. Tiba-tiba ngajak aku makan di mall. Bukannya kamu paling gak suka ya kalo makan di tempat umum?” tanya Frans panjang lebar.
“cuman duduk aja. Sekalian cuci mata” ucap Iqbal yang lalu menarik tangan Frans.
Mereka terduduk di bangku tak jauh dari tempat Vena dan Rani duduk. Iqbal diam-diam mengintai gelagat Vena dan Rani.
“selamat ya Vena. Semoga kamu bisa langgeng sama Dimas. Aku ikut seneng kok. Lagian malam ini semua makannan kan kamu yang bayar” ucap Rani.
“emm… okey aku yang bakal bayar makanan ini” jawab Vena yang masih belum menghentikan tawanya.
“asik. Makasih Vena. Kamu memang sahabatku yang paling baik dan cantik” ucap Rani.
“kamu juga baik banget Ran sama aku. Kan karna kamu aku sama Dimas bisa kayak gini” Tambah Vena. Mereka berpelukan bertanda bahwa mereka bahagia.
Walaupun Iqbal tidak mendengar apa yg di bicarakan Rani dan Vena tetapi Iqbal terkejut setelah melihat Vena dan Rani saling berpelukan.
“Iqbal, kita kenapa sih disini? Dari tadi malah diem. Pulang aja yuk ” ucap Frans kesal.
“sebentar kak. Kakak pesen makan aja. Biar nanti aku yang bayar” ucap Iqbal yang masih asik mengintai Vena dan Rani.
“serius? K?amu yang bayar” tanya Frans.
“iya” ucap Iqbal meyakinkan Frans.
Dan yang membuat Iqbal sangat terkejut yaitu saat melihat Rani sedang memakaikan kalung di leher Vena. Iqbal semakin yakin bahwa yang memberikan kalung itu adalah Rani, padahal itu kalung pemberian Dimas. 
“ternyata benar kata Ryan, kak Vena sama kak Rani ada hubungan spesial. Mereka sengaja menyembunyikan hubungan mereka di sekolah. Dan memilih buat mesra-mesraan di luar sekolah. Mungkin karena merka tidak mau menanggung malu” ucap Iqbal dalam hati.
Pada saat itu juga Iqbal merasa bahwa ia telah salah mencintai seseorang. Namun tak ada penyesalan sedikitpun. Hatinya malah semakin tersentuh. Dan muncul keinginan dia untuk bisa merubah sikap Vena agar dapat kembali normal.
Tak lama kemudian, Vena beranjak dari kursinya, sepertinya dia akan menuju kekamar mandi. Dengan penuh rasa penasaran, Iqbal mengikuti langkah kaki Vena.
Sebelum memasuki kamar mandi, Vena dikagetkan dengan suara yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya.
“ternyata bener ya kak, kalo kak Vena itu penyuka sesama jenis” ucap Iqbal, mengagetkan Vena yang sedang berjalan didepannya.
Vena menoleh ke arah Iqbal.
“kamu!” ucap Vena terkejut.
“sempat aku gak percaya kalo kak Vena punya sifat kayak gitu, tapi itu semua udah terbukti, apa kakak gak sadar kalalu perbuatan kakak selama ini salah” sambung Iqbal.
“ini gak seperti yang kamu bayangkan Iqbal. Aku sama Rani itu sahabatan. Dan kita gak mungkin punya hubungan yang lebih dari itu. Aku udah punya pacar bal, dan pacar aku cowok. Aku normal. Kamu salah bal” ucap Vena, yang terus meyekinkan kepada Iqbal.
“cukupkak, kakak gak usah ngasih aku banyak alasan. Aku cuman pengen jadi temen kakak. Aku janji gak akan ngasih tau sama orang lain. Asalkan kakak berubah” ucap Iqbal lembut.
Dengan wajah yang sangat emosi Vena pun menampar Iqbal.
“ada satu hal yang perlu kamu tau, KAMU , Iqbal sadega adalah orang yang paling aku benci didunia ini, sampai kapanpun aku gak akan maafin kamu bal. Dan mulai sekarang aku gak mau lihat muka kamu lagi dihadapanku” ucap Vena meneteskan air mata. Vena lalu mengurungkan niatnya untuk kekamar mandi, ia kembali untuk mengajak Rani segera meninggalkan cafe tersebut.
Sedangkan Iqbal berkaca didepan kaca kamar mandi cafe. Dan lagi-lagi Iqbal melihat darah yang keluar dari hidungnya.
“aaarrgghhh” teriak Iqbal jengkel.
“Vena aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, walaupun kamu benci sama aku, tapi aku gak akan pernah bisa ngelupain kamu, dan asal kamu tau aja ven, aku sayang sama kamu melebihi apapun” ucap Iqbal dalam hati ditemani dengan air mata yang tak bisa ia bendung lagi..
Ia pun segera mencuci wajahnya dan menghilangkan darah yang tadi keluar dari hidungnya. kemudian ia kembali kemeja cafe. Menemui kak Frans yang sedang asik menyantap makanannya.
“kita pulang sekarang kak” ajak Iqbal dihadapan kakanya.
“Pulang sekarang, tapi ini makannya belum habis” jawab Frans tanpa menengok ke arah Iqbal.
“ayolah kak, Iqbal capek, mau pulang” keluh Iqbal.
Frans memalingkan wajahnya ke Iqbal.
“kamu kenapa, Kamu gak papa kan? Kamu habis mimisan?” tanya Frans cemas.
“enggak papa” jawab Iqbal singkat.
“ya udah, yuk kita pulang sekarang” ucap Frans beranjak dari tempat duduknya.
Sesampainya dirumah Iqbal.
'jedaaaaaar' suara pintu kamar yang di banting Iqbal.
Iqbal segera menuju ke balkon kamarnya.
“Vena aku sayang sama kamu, aku gak sanggup kalo orang yang aku saying orang yang aku cinta malah benci sama aku” teriak Iqbal.
Iqbal mengacak-acak rambutnya. Ia pun memutuskan untuk masuk kekamarnya. Kini ia terduduk di meja belajarnya. Iqbal membuka salah satu buku pelajarannya yang ada di atas meja. Tepat dihalaman 108 ia menemukan foto kak Vena yang memang selalu dia simpan di bukunya tersebut.
 sembari memandang foto kak Vena, Iqbal terbawa suasana dan menulis sebuah puisi di atas selebar kertas.

“mungkin memang kamu tak pernah aku miliki. Tapi, aku sangat mengagumi apa yang kamu milik, senyummu, sinar matamu selalu menghiasi hari-hariku. Kamu selalu memancarkan pesona cinta dihatiku. Walau kita saling tersakiti, tapi aku yakin kamu adalah cinta sejatiku, dan aku akan selalu mencintamu hingga ujung hidupku yang mungkin tak akan lama lagi”

Satu tetesan darah yang mengalir dari hidung Iqbal menghiasi lembaran kertas itu, Iqbal segera mengambil tisue dan mengusap di hidungnya. Berlahan Iqbal melipat kertas itu dan menyimpannya di bawah bingkai fotonya bersama Ryan.
***
Keesokan harinya.
Tepatnya di koridor lantai 2 sekolah, Vena sedang berjalan bersama Dimas, kekasihnya. Berjalan dan tangan mereka saling menggenggam.
Ada yang sedikit aneh pagi itu, semua pandangan tajam dari siswa-siswa mengarah ke Vena. Vena terheran dengan sikap murid-murid.
“kamu ngerasa aneh gak dim. Kenapa mereka liatin kita sinis gitu ya” tanya Vena.
“gak tau, mungkin mereka kaget sama kita. Yang dulu jalan sendiri-sendiri. Tapi sekarang jalannya saling gandengan” jawab Dimas.
Dan jawaban Dimas membuat Vena sedikit tersenyum lega.
“liat deh, sekarang dia pura-pura jalan sama cowok, padahal kalo diluar, dia suka mesra-mesraan sama cewek, sama sahabatannya sendiri lagi” bisik salah satu murid kepada temannya.
“Ven” panggil Rani dari arah kejauhan dan menghampiri Vena.
“Vena, kamu dah, liat gosip di mading belum?” tanya Rani dengan nafas terengah-engah.
“gosip apa? Aku sama Dimas baru aja dateng” jawab Vena.
“pokoknya kamu harus liat mading sekarang” saran Rani.
“oke” ucap Vena yang langsung berlari kearah mading.
Diikuti dengan Dimas dan Rani yang berlari kecil dibelakang Vena.
“diam-diam diluar sekolah, Vena sang aktifis sering bermesra-mesraan dengan sesama jenis” judul mading yang dibaca oleh Vena.
Vena terkaget setelah melihat foto-fotonya di cafe semalem, saat Vena sedang tertawa lepas dengan Rani, dan saat Rani memasangkan kalung dileher Vena.
“siapa yang nempel ini?” tanya Vena dengan nada emosi, dengan segera Vena melepas kertas itu dari mading.
“ udah Ven, kamu tenang dulu. Nanti kita cari tahu bareng siapa yang nempel foto-foto itu dimading” saran Dimas menenangkan Vena.
“aku tau siapa yang masang kertas ini” ucap Vena.
Dengan segera Vena meneju kekelas Iqbal yang ada di lantai 3. Dengan perasaan yang sudah memanas. Mungkin kebenciannya terhadap Iqbal sudah bertambah dan permainan Ryan akan berhasil.
Sesampainya ditangga menuju lantai 3, Vena sudah melihat sosok Iqbal. Dengan segera Vena menarik tas Iqbal dan Iqbal terdorong kebelakang hingga hampir terjatuh.
“maksud kamu apa nempel foto-foto ini dimading?” tanya Vena dengan nada yang tinggi dan melemparkan kertas itu di wajah Iqbal.
“foto apa kak? Aku gak tahu apa-apa. Aku baru aja dateng” ucap Iqbal dengan wajah yang sangat bingung.
“gak usah banyak alasan. Kamu kan yang nempel foto ini di mading. Foto waktu aku sama Vena  lagi di cafe” tambah Rani.
“sumpah kak, bukan aku” ucap Iqbal yang terus mengeluarkan pembelaan.
“siapa lagi kalau bukan kamu. Semalam cuman kamu anak sekolah yang ketemu kita di Cafe” ucap Rani yang sama emosinya dengan Vena.
“jadi kamu yang nempel kertas itu di mading” ucap Dimas unjuk bicara. Ia tidak terima dengan perbuatan Iqbal yang sudah memfitnah kedua sahabatanya.
Dengan sigap. Dimas mengepalkan jari-jemarinya dan memukul Iqbal.
“daaag” suara badan Iqbal yang terjatuh dilantai karena tonjokan keras dari Dimas.
Dan Dimas bertubi-tubi memukuli wajah Iqbal. Iqbal terkapai lemah dan Vena mencoba menahan tangan Dimas yang akan menonjok Iqbal lagi.
“udah, percuma kamu mukulin Iqbal sampe kayak gitu, paling juga seluruh sekolah udah berfikir kalau aku buruk” ucap Vena yang lalu meneteskan air matanya.
Dengan segera, Vena menarik tangan Dimas dan mengajaknya pergi.
Vena mengajak Rani dan Dimas ke taman belakang sekolah, sedangkan Iqbal dibawa Ryan ke uks.
Di UKS.
Iqbal tertidur lemas di kasur UKS yang keras. Dan Ryan dengan sabar mengobati luka-luka Iqbal.
“yan, aku minta. Kamu jangan bilang masalah ke nyokap aku ya” pinta Iqbal.
“trus aku harus bilang apa sama nyokap kamu?. Kalau misal dia tanya soal kamu” tanya Ryan.
“bilang aja aku habis jatuh atau ada kecelakaan, aku mohon jangan cerita yang sebenernya ke nyokap aku sama ke kakak aku” pinta Iqbal terus memohon.
“oke” jawab Ryan dengan terpaksa.
Melihat keadaan Iqbal, Ryan semakin merasa bersalah, dia tidak tega untuk melanjutkan semua permainan konyolnya itu. Dia tidak ingin melihat sahabatnya menderita hanya karna keegoisannya ingin mendapatkan hati Vena. Ryan juga tak pernah berfikir jika kejadiannya akan seperti ini.
Kini dia bimbang. Jika dia menghentikan permainannya sekarang, ia akan mendapat cacian dan kebencian dari sahabatannya dan bahkan orang yang dia cintai. Tapi jika dia terus melanjutka permainan ini, ia tidak tega melihat sahabatannya sendiri menjadi korban. Kini pilihan terbaik sedang ia fikirkan. Dan apakah niat Ryan untuk mendapatkan Vena masih tetap berjalan?

***

Jam demi jam berlalu, tiba saatnya Ryan, Iqbal dan siswa yang lain pulang dan kembali ke rumah masing-masing.
Iqbal, yang menghabiskan waktu sekolahnya hari itu di UKS pun sudah menunggu Ryan digerbang sekolah.
Tak lama kemudian Ryan keluar.
“yuk,, pulang” ajak Iqbal.
“kamu nunggu aku ya?” tanya Ryan.
“ya iyalah” jawab Iqbal singkat.
Iqbal mengeluarkan tawa meski harus menahan sakit.
“kitakan udah lama gak pulang sekolah bareng” sambung Iqbal.
“tapi siang ini aku gak langsung pulang” ucap Ryan.
Siang itu Ryan berjanji akan membantu panitia kemping untuk berbelanja kebutuhan panitia selama kemping berlangsung.
“kamu mau kemana?” tanya Iqbal dengan wajah kecewa.
“aku,, emm.. Aku,, aku mau belanja beberapa kebutuhan aku buat kemping. Kan udah campingnya dua hari lagi” jawab Ryan dengan gugup.
“hah? Kamu belanja? Emang kamu mau beli apa aja, bukannya kamu paling gak pernah ya, nyiapin-nyiapin buat acara kayak beginian, biasanya kan kamu paling cuek?” tanya Iqbal, heran.
“itu dia bale, gini ya aku jelasin ke kamu. Aku di mintai tolong sama panitia kemping buat belanja beberapa kebutuhan mereka selama kemping, nih aku udah dikasih uang sama daftar belanjaannya, dan aku harus ngasih ke mereka hari ini” jelas Ryan panjang lebar.
Sentak Iqbal menaruh curiga terhadap Ryan.
“panitia kemping?  Kamu pasti bantuin kak Vena ya?” tanya Iqbal yang tiba-tiba meluncurkan pertanyaan aneh itu kepada Ryan.
Ryan kaget dan terdiam.
“enggak lah.. panitia camping bukan cuman kak Vena. Tapi banyak. Ya tadi aku yang kebetulan di mintai bantuan sama mereka” tanya Ryan.
“dihidup ini gak ada yang namanya kebetulan yan” ucap Iqbal dalam hati.
“ya udah, sekarang kamu mau ikut aku atau mau langsung pulang?” tanya Ryan.
“aku ikut kamu deh” jawab Iqbal.
Mereka pun segera menuju ke supermarket di dekat sekolah. Mereka menggunakan angkutan umum untuk menuju ke supermarket itu. Tetapi pada saat mereka turun, ternyata dompet didalam kantong Ryan di copet orang. Tetapi Ryan tidak menyadarinya.
Sesampainya di supermarket, mereka sibuk mencari barang-barang yang tertera di selembar kertas Yang diberikan panitia.
“banyak banget barangnya” keluh Iqbal yang juga membantu Ryan membawa barang-barang tersebut.
“iya ini semua barang yang ketulis disitu”
“ya udah kita, kekasir sekarang” ajak Iqbal.
Sesampainya dikasir, petugas kasir pun menghitung semua barang-barang itu.
Ryan pun bersiap membayar dan mencari dompetnya.
“nyari apa yan” tanya Iqbal yang berada dibelakang Ryan.
“dombet aku gak ada ba” jawab Ryan panik.
“hah? Serius kamu, yang bener, coba deh kamu inget-inget lagi. Munkin kamu lupa naruhnya dimana, atau….” perintah Iqbal yang belum melanjutkan bicaranya karena disela oleh petugas kasir.
“totalnya 578 ribu” ucap petugas kasir.
Ryan dan Iqbal semakin panik. Petugas kasir terus mendesak mereka untuk segera membayar.
“ya udah, pakek ATM aku dulu aja” ucap Iqbal yang langsung mengeluarkan dombet didalam tasnya.
“beneran bal?” tanya Ryan, terkejut.
“iya. Pakek aja dulu” ucap Iqbal sembari memberika ATMnya ke pada Ryan.
“makasih bal” ucap Ryan memandang Iqbal dengan tatapan yang sangat dalam. Dia sanggat merasa bersalah karena  sudah memfitnah Iqbal.
Harusnya Ryan tak secepat itu mengambil keputusan untuk mencari cara mendapatkan Vena.
Detik demi detik berlalu. Iqbal dan Ryan kembali kesekolahan untuk memberikan barang-barang itu kepada petugas OSIS.

***

Diruang osis.
“terus siapa yang beli semua kebutuhan kita selama camping nanti?” tanya salah seorang panitia camping.
“tenang, aku udah nyuruh anak kelas 10 buat belanja semuanya” jawab Dimas.
“jangan bilang kalau kamu nyuruh Iqbal?” tanya Rani.
“enggaklah, aku nyuruh Ryan. dari awalkan dia udah ikhlas banget tu bantuin kita” jawab Dimas.
Sejenak suasan hening. Dan dimas melanjutkan bicaranya.
“berhubung seksi-seksi udah kitabagi. Sekarang kalian mengumpul menurut kelompok tugas kalian. Terus kalian bicarakan kedepannya mau gimana. Buat acara seseru mungkin. Aku ke kamar mandi dulu”.
Dimas pun segera keluar dari ruang OSIS dan menuju kekamar mandi.
Pada saat akan masuk kekamar mandi, dia melihat sosok Iqbal dan Ryan yang akan berjalan menuju ke ruang osis dengan membawa beberapa tas belanja. Dimas mendengar seperti mereka sedang membicarakan sesuatu, Dimas pun segera masuk kekamar mandi dan mendengar pembicaraan Ryan dan Iqbal dari dalam.
“terus aku harus bilang gimana kalau mereka tanya?” tanya Ryan kepada Iqbal.
Iqbal berhenti didepan pintu kamar mandi, sehingga, Dimas dapat jelas mendengarnya percakapan mereka berdua.
“kamu bilang apa adanya aja, tapi kamu jangan bilang kalau uangnya hilang , terus jangan bilang juga kalau ini semua aku yang bayarin. Pokoknya jangan sampai mereka tahu” suruh Iqbal.
“tapi bal, mereka kan cuman ngasih aku uang 250rb, sedangkan ini totalnya lebih dari 500rb” keluh Ryan.
“udah gak papa. Kalau mereka ngasih uang ganti kekamu jangan kamu terima ya” nasehat Iqbal.
“tapi kan itu uang dari ATM kamu, kalo misal nanti mama kamu nge-chek gimana? Kamu nanti yang kena marah” tanya Ryan.
“udahlah yan, kamu tu banyak tapi-tapian ya, sana kamu bawa barang-barang ini ke osis, aku mau kekamar mandi dulu” ucap Iqbal.
Mendengar itu, Dimas segera menuju ke depan kaca kamar mandi dan berpura-pura sedang mencuci mwajahnya, sehingga Iqbal tidak akan  curiga kepada Dimas.
Setelah masuk kedalam kamar mandi.
Iqbal kaget melihat Dimas ada didalam kamar mandi itu juga, dia takut Dimas mendengar perbincangannya dengan Ryan.
Iqbal pun segera masuk kesalah satu bilik kamar mandi tanpa menghiraukan Dimas.
Dimas pun memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Tetapi dia seperti mendengar suara batuk keras dari bilik kamar mandi yang baru saja dimasuki Iqbal.
Dimas pun panik dan segera mengetuk pintu bilik.
“kenapa kamu bal?” tanyaDimas.
“enggak papa  kak, cuman batuk biasa” jawab Iqbal dengan suara yang paruh.
Saat itu nafas Iqbal tiba-tiba berhenti, dan lagi-lagi dia mengeluarkan darah dari hidungnya.
“mimisan lagi. Ya allah. Sampai kapan aku harus menanggung oenderitaan ini sendiri. Aku gak kuat ya allah. Aku ingin sembuh” ucap iqbal dalam hati. Dan air matanya kini ikut menetes berbarengan dengan darah yang keluar hari hidungnya.
“bal” teriak Dimas, yang mendengar keheningan didalam sana.
Dengan pelan, Iqbal membuka kuncinya dari dalam. Pintu terbuka dan Dimas kaget melihat Iqbal terkapar lemas di lantai kamar mandi.
“kamu kenapa?” tanya Dimas.
Iqbal tidak menjawab, Dimas pun membantu Iqbal untuk bangun.
“enggak papa kak” jawab Iqbal.
“gak papa gimana ? hidung kamu mimisan. Harus di obatin. Yuk ke UKS” ucap Dimas, yang berniat membawa Iqbal ke UKS.
“gak usah kak. Paling cuman kecapean” jawab Iqbal.
Dimas terdiam lalu berkata,
“tapi itu bukan karena tonjokan aku tadi pagi kan?”.
“enggak kak, santai aja, aku emang udah sering kayak gini kok” jawab Iqbal tersenyum dan segera keluar dari kamar mandi.
Dimas terheran mendengar jawaban Iqbal.
Iqbal pun segera keluar dari kamar mandi dan pulang bersama Ryan. 
***
Setibanya dirumah Iqbal.
Iqbal membuka gerbang dengan pelan, berharap tidak ada suara yang muncul, ketika ia membukanya.
Setibanya dikamar, Iqbal segera membersihkan luka tonjokan Dimas dengan sebungkus es yang ia lapisi handuk.
“auu” rintih Iqbal.
“perasaan tadi udah dikasih obat deh, tp kok masih sakit ya” lanjut Iqbal.
Setelah membersihkan lukanya, Iqbal memutuskan untuk mandi. Dirumahnya saat itu sepi, kedua orang tua Iqbal masih disibukkan dengan pekerjaan di kantor, dan Frans sedang menghadiri acara reuni dengan teman-teman SMAnya.
***
Semilir angin malam yang sejuk menemani Rani, Vena dan Dimas yang sedang terduduk di taman rumah Vena.
“perasaan aku gak enak sama Iqbal” ucap Dimas mengawali pembicaraan.
“enggak enak gimana maksudnya?” tanya Rani.
Vena hanya terdiam mendengar perkataan Dimas, dia terus membuka-buka tabloid di tangannya.
“ya gak enak aja, aku ngerasa bersalah sama dia, aku takut dia kenapa-kenapa” jawab Dimas.
“maksud kamu apa sih? Aku makin gak ngerti deh. Kenapa tiba-tiba kamu peduli sama Iqbal?” tanya Rani.
“aku tadi mergokin Iqbal mimisan dikamar mandi pas pulang sekolah” jawab Dimas.
“ya ampun, cuman mimisan!” seru Rani.
“gak cuman itu ran, dia itu juga sampe lemes di dalem kamar mandi, wajahnya pucet banget, untung aja ada aku disitu, kalo enggak siapa coba yang nolongin Iqbal” cerita Dimas.
“emangnya dia sakit apa?” tanya Vena singkat dan kemudian menutup tabloidnya.
“gak tau sih, katanya dia udah sering kayak gitu” ucap Dimas menjelaskan kepada Rani dan Vena.
“terus kamu mau ngapain?” tanya Rani sadis.
“ya setidaknya aku mau minta maaf sama dia” jawab Dimas polos.
“hah minta maaf!” seru Vena yang lalu membanting tabloid di tangannya.
“oh, jadi kamu lebih ngebelain Iqbal dari pada pacar kamu sendiri?” tanya Rani dengan nada tinggi.
“bukan gitu maksud aku” jawab Dimas bingung.
“terus? Niat kamu baik Dim buat minta maaf sama Iqbal. Tapi apa pantes kamu minta maaf sama orang yang idah ngefitnah sahabat sekaligus pacar kamu sendiri?” tanya Vena.
Dimaspun merasa terpojokan.
“ven, dari kejadian tadi dikamar mandi. Aku mulai yakin kalau bukan Iqbal yang ngefitnah kamu” ucap Dimas yang tiba-tiba membela Iqbal.
“jadi kamu lebih percaya sama Iqbal daripada sama aku?” tanya Vena.
“apa yang membuat kamu yakin?” tanya Rani menghentikan perdebatan antara Vena dan Dimas.
“aku bakal ngebuktiin kekalian kalau bukan Iqbal ngelakuin ini semua” ucap Dimas yang kemudian beranjak dari tempat ia duduk.
“kamu mau kemana?” tanya Rani.
“mencari kebenaran yang sebenar-benarnya” jawab Dimas singkat dan langsung melanjutkan langkahnya.
Ia pergi dari rumah Vena. Dan Rani serta Vena tak tahu kemana Dimas akan pergi.

***

Malam harinya di rumah Iqbal. Lagi-lagi Iqbal terduduk di balkon kamarnya, sembari memandangi bintang. Ditemani dengan beberapa lembar dan pen ditangannya. Sepertinya dia sedang menulis sesuatu.

Aku.
Aku tak tahu kenapa aku bisa ada di dunia ini
Aku tak tahu bagaimana tuhan memberikan takdir kepada hambanya
Hambanya yang lemah, hambanya yang tak tahu apa-apa
Dan hambanya yang tidak sempurna
Aku, orang yang ditakdirkan lemah oleh penciptaku
Aku tak tahu kenapa takdir itu berjalan untukku
Takdir
Apa mungkin dia yang mempertemukan aku dengan wanita itu
Wanita yang sekarang aku cinta
Wanita yang sekarang telah ada yang memiliki
Aku tak mengerti kenapa cinta itu bisa hadir
Dan kenapa cinta hadir untuk orang yang tidak tepat
Cinta yang hadir tak pernah sejalan dengan apa yang aku inginkan
Sampai detik ini, aku belum bisa menilai cinta dari segi kebahagiannya
Kapan keindahan takdir cinta, akan datang kepadaku
Entah itu keindahan didunia, atau mungkin di alam yang kekal nanti
Aku yakin Pencipta akan selalu mencintai apa yang Dia cipatakan

 “ting tong” bunyi bel rumah Iqbal yang di pencet oleh Dimas. Setelah perdebatannya dengan Vena dan Rani, Dimas memutuskan untuk ke rumah Iqbal dan mencari kebenaran yang terjadi.
Tak lama kemudian pembantu rumah Iqbal keluar membukakan pintu.
“maaf akang teh nyari siapa?” tanya pembantu itu.
“Iqbalnya ada bi?” tanya Dimas.
“bentar saya panggilkan den Iqbal” jawab pembantu itu dan kemudian menuju kekamar Iqbal dilantai dua.
Iqbal tak mengetahui jika ada mobil dimas terpakir didepan rumahnya. Padahal balkon kamar Iqbal menghadap kegerbang masuk rumahnya
 “den ada temennya nunggu di bawah” ucap bibi.
“siapa bi? Ryan? Suruh dia masuk kesini aja, biasanyakan kalau temen Iqbal maen langsung masuk kekamar Iqbal, jadi suruh dia masuk aja bi” ucap Iqbal lembut dan masih sibuk dengan pena dan kertasnya
Bibi pun kembali kebawah dan mengantarkan Dimas ke depan kamar Iqbal.
Dimas pun membuka pintu kamar Iqbal dengan pelan. Pandangan Dimas langsung tertuju pada Iqbal yang sedang terduduk di balkon.
Ia pun segera melangkah ke arah Iqbal. Tapi, Dimas terkejut ketika melihat foto-foto didinding kamar Iqbal dan bingkai isi foto yang terletak dimeja belajar Iqbal. Foto-foto itu belum dipasang lama oleh Iqbal, baru sekitar 2hari yang lalu, dan mamanya pun belum mengetahui jika terdapat foto itu.
Dimas terdiam kaget dan tidak melanjutkan langkahnya.
“yan, kenapa kamu, gak langsung masuk kamar aku aja, biasanyakan kamu langsung masuk, bahkan ke rumah aku pun kamu sering tanpa ngetuk pintu kan” celoteh Iqbal yang terus memandang ke arah bintang-bintang.
Dimas terdiam. Iqbal nampak aneh karena tak mendengar suara Ryan yang biasanya selalu menjawab celotehannnya.
Iqbal membalikan badannya, dan terkaget melihat bahwa sosok yang masuk kedalam kamarnya adalah Dimas.
“kamu” ucap Iqbal kaget dan panik.
“maaf , kalo aku lancang masuk kamar kamu, tapi aku disuruh pembantu kamu buat masuk sini” jawab Dimas gugup.
Iqbal bingung akan berkata apa, dia tidak menyangka jika Dimas tiba-tiba datang kekamarnya. Keringatnya mengucur dengan deras. Takut dimas akan memukulinya lagi. Dan ia segera melipat kertas puisi yang baru saja ia tulis dan ia letakan di bawah bingkai fotonya bersama Ryan (lagi).
“kak Dimas kenapa kesini?” tanya Iqbal, seperti orang ketakutan.
Dimas tidak menjawab, dia terus memandangi foto-foto pacarnya yang di pasang Iqbal di didinding kamarnya.
Raut wajah Dimas berubah, seperti dia ingin membentak Iqbal.
“sejak kapan kamu tempal foto-foto itu? Kamu suka sama Vena?” tanya Dimas, dengan wajah yang masih melongo memandangi dinding kamar Iqbal.
“foto itu baru aku tempel beberapa hari yang lalu kak” jawab Iqbal, Raut wajah Iqbal masih terlihat seperti orang ketakutan.
“kamu kenapa? Kok kayak orang ketakutan gitu?” tanya Dimas, sembari mengelurkan senyum kecilnya.
“Kakak ngapain kesini?” tanya Iqbal lagi.
“aku kesini mau liat keadaan kamu aja. Aku mau mastiin kalau kamu baik-baik aja” jawab Dimas.
“keadaan aku? Aku gak papa kok kak. Aku sehat. Aku baik-baik aja” jawab Iqbal.
“oh ya bal. Masalah tadi pagi, aku minta maaf banget ya. Harusny aku gak langsung mukulin kamu. Seharusnya aku tanya dulu kekamu, kenapa kamu nyebarin gosip kalo Vena suka sama sesama jenis?” tanya Dimas mengalihkan pembicaraan.
“ya allah kak. Sumpah demi apapun. Aku gak tahun sama sekali soal foto-foto itu dimading. Aku baru aja dateng kesekolah, tiba-tiba kak Vena marah besar sama aku” jawab Iqbal.
“kalau boleh tahu pertama kamu dapet gosip itu dari mana?” tanya Dimas dengan nada yang serius.
“Ryan ! Dia yang ngasih tau ke aku kalau kak Vena itu penyuka sesama jenis, dan dia minta ke aku, supaya aku ngejauhin kak Vena” jawab Iqbal.
Dimas terdiam.
“kakak kok jadi tanya-tanya tentang masalah ini” lanjut Iqbal bertanya.
“Gak papa, aku cuman pengen tau aja, sekali-kali jadi orang kepo gak papa kan” ucap Dimas yang melangkah kakinya ke meja belajar Iqbal, Dimas melihat ada selember kertas yang dilipat rapi oleh Iqbal tadi dan disampingnya terdapat foto Vena yang tersenyum manis.
“ternyata kamu diem-diem suka ngefoto-foto Vena ya ?” tanya Dimas.
“aku sih ngefotonya diem-diem pakek camera handpone, soalnya kalo aku minta foto dia langsung pasti dia bakal marah dan ngebentak-bentak aku gak jelas” ucap Iqbal panjang lebar.
“ngebentak gimana maksudnya?” tanya Dimas.
“ya gitu pokoknya, waktu itu aku kasih surat cinta ke dia, tapi dia langsung marah-marah dan bahkan gak mau kenal sama aku lagi” jawab Iqbal.
“surat cinta? Kapan kamu ngasih surat cinta kek Vena? Perasaan dia gak pernah terima surat dari kamu” ucap Dimas, dengan penuh keheranan.
Iqbal terkaget mendengar ucapan Dimas.
“ya mungkin dia gak cerita sama kakak” jawab Iqbal.
“gak mungkin dia selalu bilang sama aku, dia itu cuman pernah dapet surat dari kamu, tapi isinya itu bilang kalo kamu bakal nyebarin berita kalo Vena itu penyuka sesama jenis” ucap Dimas.
Iqbal terdiam.
“tapi aku gak pernah kasih surat kayak gitu ke kak Vena” ucap Iqbal yang mendudukan dirinya di tempat tidur.
“jadi, bukan kamu yang ngasih surat itu” tanya Dimas.
Iqbal hanya mengagukan kepalanya.
Kecurigaan kini benar-benar muncul di fikiran Dimas, dan dia semakin penasaran untuk mengungkapkan semua kebenaran ini.
“kamu ngasih surat cinta itu langsung ke Vena atau lewat perantara?” tanya Dimas lagi.
“Ryan, surat itu aku kasih ke Ryan. Dan aku suruh Ryan buat ngasih surat itu ke kak Vena” jawab Iqbal singkat.
Entah apa yang dicari Dimas, dia hanya ingin menyelediki tentang kebenaran tentang siapa yang menyebarkan fitnah tentang Vena.
Sejenak Dimas terdiam dan Iqbal masih terduduk di ranjang kamarnya.
Suara detak jam menghiasi kesunyian malam itu dikamar Iqbal.
“Ryan lagi, jangan-jangan ini semua kelakuan Ryan” bisik Dimas dalam hati.
Rasa sakit itu tiba-tiba datang lagi ditubuh Iqbal. Kali ini bukannya hanya dikepalanya saja yang merasakan sakit, tapi hampir diseluruh badanya. Iqbal tak kuasa menahan sakitnya itu. Tapi dia mencoba menyembunyikannya dari Dimas.
“kenapa kamu?” tanya Dimas.
“gak papa” jawab Iqbal singkat.
Raut mukanya kini semakin berubah menjadi pucat, dan Dimas makin curiga dengan keadaan Iqbal.
“bal, kayaknya aku tau deh siapa yang tega nyebarin gosip kalo Vena itu penyuka sesama jenis” ucap Dimas mengalihkan pembicaraan.
“siapa kak?” tanya Iqbal dengan wajah yang meringis karena menahan sakit ditubuhnya.
“Ryan” jawab Dimas singkat.
Iqbal beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju balkon, ia kini benar-benar tak bisa menahan sakit yang teramat di tubuhnya.
“gak mungkin Ryan. Ryan itu sahabat aku, gak mungkin dia ngelakuin itu kak” ucap Iqbal dengan aturan nafas yang sudah tak menentu dan terus membela Ryan.
“kamu kenapa bal, kamu sakit?” tanya Dimas mendekati Iqbal dan menepuk pundaknya.
Iqbal terdiam dan lalu masuk kekamarnya lagi.
“aku ganggu kamu ya?” tanya Dimas lagi.
“gak kak, bener deh, aku malah seneng kakak maen ke rumah. Berarti kakak itu percaya sama aku, kalo bukan aku yang ngefitnah kak Vena” jawab Iqbal.
Suasana hening kembali, dan Dimas lagi-lagi menengok foto-foto Vena.
“sakit” ucap Iqbal yang merintih kesakitan di atas tempat tidurnya. Dimas panik dengan keadaan Iqbal, ia pun mendekat.
“Iqbal kamu kenapa?”
“sakit banget, aku gak kuat” ucap Iqbal, dan kini air matanya jatuh lagi karena tak mampu menahan rasa sakitnya.
Tiba-tiba pintu kamar Iqbal terbuka. Ternyata itu mama Iqbal yang baru saja pulang bekerja.
Iqbal terkejut dan mencoba melarang mamanya untuk melihat kamarnya yang kini penuh dengan foto Vena. Ia menguatkan kakinya untuk berdiri, tapi gagal dan terjatuh.
“Iqbal kamu kenapa? Udah minum obat kan?” tanya mamanya sembari membuka pintu.
“hah” jawab Iqbal kaget dan segera berdiri.
Mamanya kini tercengang melihat foto-foto didinding kamar.
“foto siapa itu” tanya mamanya.
Iqbal benar-benar sudah tidak kuat menahan sakit dikepalanya.
Ia merintih, dan mamanya panik setangah mati.
“Iqbal kenapa tante?”tanya Dimas, yang juga panik.
“sakit ma” rintih Iqbal.
“kamu udah minum obat?” tanya mamanya.
Dimas pun membantu Iqbal untuk tidur di ranjangnya.
“belum mah, Iqbal gak kuat, sakit banget” ucap Iqbal semakin merintih.
“sebentar mama ambil obat kamu dulu. Kenapa kamu telat minum obat ini? Dokter udah bilang kalau kamu gak boleh telat minum ini” nasehat mamanya
Dimasyang berada diruang itupun juga ikut panik.
“apa perlu kita panggil dokter tante?” tanya Dimas.
“hari ini dokter specialnya Iqbal lagi keluar negeri, jadi gak bisa dateng kesini” jawab mama Iqbal.
“dokter special? Maksudnya dokter itu udah sering kesini buat nanganin Iqbal?” tanya Dimas.
Mama Iqbal hanya menganguk.
Mama Iqbal segera mengambil langkah cepat untuk mengambil obat dilaci. Dan Ia segera meminumkanya kepada Iqbal.
“istirahat ya sayang” ucap mama Iqbal sembari memberikan selimut lembut ketubuh Iqbal.
Mama Iqbal terus menunggui Iqbal hingga ia tertidur lelap. Sedangkan kak Frans ternyata melihat keadaan Iqbal dari luar kamar Iqbal. Ia tidak kuat setiap kali harus melihat adiknya merintih kesakitan. Dan air matanya selalu menetes tiap kali melihat itu.
Dimas melangkahkan kakinya keluar kamar Iqbal dan menedekat kearah Frans.
“kamu kakaknya Iqbal?” tanya Dimas.
Frans hanya mengaguk lemah.
Dalam kesunyian. Dimas dan Frans terduduk dikursi ruang tamu rumah Iqbal. Ada sedikit hal yang harus Dimas bicarakan dengan Frans.
“sejak kapan Iqbal sering seperti ini kak?” tanya Dimas.
“udah lama. Sejak umur 12 tahun dia difonis dokter sakit kanker darah” jawab Frans.
Dimas sangat terkejut dengan apa yang diucapkan Frans.
“jadi iqbal….” Ucap Dimas yang tak mampu lagi melanjutkan bicaranya.
“ia. Semenjak itu, dokter memperkirakan kalau umur Iqbal gak akan lama lagi. Tapi entah apa yang membuat Iqbal kuat bertahan hidup. Hidupnya seolah seperti orang normal yang tak pernah merasakan kesakitan. Anehnya dia gak punya ciri-ciri seperti orang yang terserang penyakit ganas itu. Tapi akhir-akhir ini, mama sama papa sering cerita tentang kondisi Iqbal yang semakin menurun”
Mendengar cerita itu. Dimas tak dapat membendung air mata yang sedari tadi sudah ia tahan-tahan.
“btw, kamu siapanya Iqbal. Kayaknya temen Iqbal setau aku cuman satu deh?” tanya Frans.
“kenalin kak, aku Dimas, kakak kelasnya Iqbal” ucap Dimas memperkenalkan diri.
Dikamar Iqbal.
Ia masih belum tertidur. Dalam dekapan hangat seorang Ibu, itu setidakya dapat menghilangkan sedikit rasa sakitnya.
“mah. Kalau misalnya nanti Iqbal meninggal. Apa yang akan mama lakuin?” tanya Iqbal kepada mamanya.
Sentak pertanyaan Iqbal membuat mamanya terkejut. Beliau segera mengusap air matanya yang sedari tadi terus menetes.
“kamu gak boleh bicara seperti itu. Kamu harus kuat. Kamu harus bertahan hidup yang lama. Supaya nanti, kamu bisa merasakan indahnya jadi anak SMA. Indahnya menjadi mahasiswa. Dan indahnya memiliki keluarga, jalan-jalan keliling dunia. Kamu bisa merasakan itu nak jika kamu kuat”
“Iqbal gak yakin ma, iqbal gak yakin akan sekuat itu. Iqbal gak mau rasain gimana rasanya jadi mahasiswa, iqbal gak mau ngerasain indahnya keliling dunia. Satu hal sampai saat ini belum bisa Iqbal dapetin ma. Dan Iqbal pengen banget bisa rasain itu”
“apa yang kamu inginkan nak. Mama akan memberikan semuanya demi kamu”
“iqbal ingin bisa merasakan indahnya dicintai dan mencintai ma”
“kamu sudah bisa merasakan itu semua nak. Sekarang kamu cinta sama mama. Dan mama juga cinta sama kamu. Tidak hanya mama, tapi, kak Frans, papa, Ryan. Semuanya sayang sama Iqbal. Rasa sayang dan cinta itu, tidak hanya kita rasakan sama lawan jenis yang kita kagumi tapi juga dengan keluarga dan kerabat terdekat. Cinta adalah pembentuk kebahagian didunia. Kita bahagia karna cinta. Tak perlu menunggu cinta dari seorang kekasih. Karena cinta juga bisa kita dapat dari keluarga” nasehat mama Iqbal yang menghantarkan tidur Iqbal malam itu.
***
Pagi hari yang cerah itu.
Tepat pukul 7.30 Rani memasuki area sekolah. Ia masuk, berjalan didepan deretan kelas 10, yang memang setiap hari Rani lewati, pandangannya tiba-tiba tertuju pada sosok lelaki yang tak asing dimatanya.
“Dimas?” ucap Rani dalam batin.
Rani pun mendekat kearah Dimas.
“dim, ngapain kamu disini?” tanya Rani kepada Dimas yang sedang asik duduk di bangku teras depan kelas Iqbal.
“nunggu Iqbal” jawab Dimas singkat, dan pandangannya seperti sedang mencari-cari.
“Nungguin Iqbal, ngapain kamun nunggu dia? Mau gebukin dia lagi atau mau introgasi dia lagi?” tanya Rani yang mengeluarkan pertanyaan bertubi-tubi.
“aku disini bukan berarti aku bakal gebukin dia. Tapi aku sekarang berteman sama dia” jawab Dimas.
“bertemen? Sejak kapan kamu deket sama dia?” tanya Rani yang menaruh kecurigaan kepada Dimas.
“sejak semalem” jawab Dimas.
“jadi, semalem kamu pergi kerumah Iqbal” tanya Rani lagi.
“Iya ! Kenapa sih kamu banyak nanya, udah sana kamu mendingan kekelas aja!” bentak Dimas.
“Dimas, kamu pagi-pagi udah buat aku emosi ya” ucap Rani kesal.
Tiba-tiba pandangan Dimas tertuju pada lelaki yang  berjalan mendekat kearah mereka berdiri, dan lelaki itu adalah Ryan.
“Ryan” panggil Dimas, sembari melambaikan tangannya ke arah Ryan.
Ryan menolehkan wajahnya, dan mengeluarkan senyum khas yang dimilikinya. Ryan pun melangkahkan kakinya mendekat kearah Dimas dan Rani.
“ada apa kak?, mau minta bantuan lagi ya buat campng besok? ” tanya Ryan.
“bukan. Aku cuman mau tanya sama kamu. Kenapa kamu bilang ke Iqbal kalau Vena penyuka sesama jenis?” tanya Dimas dengan nada serius.
Ryan terkejut dengan pertanyaan Dimas. Tak tau akan berkata apa, dan kini ia benar-benar takut jikasemua permainannya akan terbongkar.
“maksud kakak apa. Kenapa kaka tanya hal itu sama aku?” tanya Ryan, dengan nada yang sedikit menyepelekan.
“aku tanya serius yan, mendingan kamu jawab! Sejujur-sejujurnya” bentak Dimas.
“aku gak tahu apa-apa tentang masalah ini kak” jawab Ryan mencari alasan.
Ryan kaget kenapa tiba-tiba Dimas menanyakan hal tersebut kepadanya. Ryan takut jika Dimas mengetahui semua kelakuannya selama ini.
“kamu kenapa sih bentak-bentak Ryan, kasihan tau dia, yang salahkan Iqbal, bukan dia. Gak inget apa selama ini Ryan udah baik sama kita dan team osis lainnya” ucap Rani membela Ryan.
“baik? Baik apanya... dia cuman bantu kita beli kebutuhan osis saat camping. Itupun Ryan dibantu sama Iqbal” ucap Dimas.
“tapi kan dia juga udah nambahin uang belanja yang kurang” sahut Rani tak mau kalah.
“hah nambahin dari mana? Orang duitnya tu ilang dibawa sama dia. Terus yang ngebayarin semuanya itu Iqbal” bentak Dimas.
Ryan kaget dengan jawaban Dimas. Dan kini ia berfikir, kenapa Dimas bisa tahu semuanya.
“kak Dimas tau itu semua dari mana?” tanya Iqbal yang tiba-tiba datang.
Iqbal datang dengan membawa tas samping yang biasa dia pakai. Tubuhnya juga tertutup oleh jaket abu-abu kesayangannya. Wajahnya pagi itu juga terlihat pucat. Mungkin karena efek semalam, yang mungkin penyakit kankenya bertambah parah.
“aku denger semuanya pas aku dikamar mandi. Aku sengaja nguping pembicaraan kalian” jawab Dimas.
Dimas pun mendekat kearah Iqbal. Lalu menepuk pundaknya.
“kamu udah sembuh? Maaf ya semalem aku gak pamit sama kamu, soalnya keasikan ngobrol sama kak Frans, dan aku gak mau ganggu istirahat kamu” sambung Dimas.
“maaf kak, semalem aku ngantuk banget, jadi aku tinggal tidur” jawab Iqbal.
“hah ngantuk?” tanya Dimas kaget, mendengar jawaban Iqbal yang sengaja Iqbal palsu..
Iqbal tersenyum.
“bukannya semalem penyakit kamuu…..” belum sempat Dimas melanjutkan bicaraannya tangannya sudah ditarik Iqbal.
“kak, aku tahu semalem kak Frans udah cerita semuanya ke kamu. Dan kakaklah satu-satunya orang diluar keluarga aku yang tau tentang masalah ini. Aku mohon jangan sampai ada satupun orang tahu tentang penyakit aku. Termasuk Ryan” bisik Iqbal kepada Dimas.
“kalian ngomongin apaan sih? Eh dim, kamu dicari tuh sama Vena. Barusan dia ngeBM aku, katanya kamu suruh kekelas dia sekarang” ucap Rani.
Dimas menoleh kearah Rani.
“kak, aku juga gak mau kak Dimas cerita ke ka Vena kalau aku tempel foto dia dikamar aku. Apa aku boleh minta bantuan ke kakak?” bisik Iqbal.
“apa?” jawab Dimas.
“aku nitip surat ini buat kak ve” ucap Iqbal sembari memberikan selembar kertas yang kemarin terlipat rapi di meja belajarnya.
Iqbal sengaja menitipkan surat itu kepada Dimas. Surat itu adalah surat yang beberapa hari yang lalu ia tulis, dan dikertas itu masih membekas tetesan darah yang keluar dari hidung Iqbal.
Entah apa yang membuat Dimas baik kepada Iqbal. Dimas sengaja menyembunyikan hubungannya dengan Vena kepada Iqbal. Dia tidak ingin Iqbal sakit hati, jika mengetahui bahwa sebenarnya, Dimas dan Vena sudah berpacaran.
Dimas pun membalikan badannya dan segera menuju kekelas Vena.

***

Dikelas Vena.
“pagi sayang” sapa Dimas dengan senyum penuh cinta.
“tumben jam segini baru berangkat?” tanya Vena.
Dimas tidak menjawabnya, ia memilih diam dan hanya tersenyum.
“pacar kamu tuh udah berangkat dari tadi!! Cuman Dia itu nongkrong dulu didepan kelasnya si cowok aneh itu” jawab Rani yang berjalan dibelakang Dimas.
“siapa?” tanya Vena dengan raut muka yang penuh dengan tanda tanya.
“Iqbal” jawab Rani singkat.
Dimas melongo mendengar jawaban Rani, ternyata sahabatnya yang satu itu benar-benar melarang Dimas untuk berteman dengan Iqbal.
“owh” jawab Vena singkat dan memalingkan wajahnya yang semula memandang Dimas.
“tau gak ven, ternyata semalem Dimas itu maen kerumah Iqbal” sambung Rani.
Vena kaget mendengarnya.
“loh terserah aku dong mau maen sama siapa aja, mau maen dimana aja. Pacar aja gak ngelarang” jawab Dimas.
“termasuk maen sama cowok yang udah ngefitnah pacar kamu sendiri?” tanya Rani tegas.
“Rani cukup ya. Terserah aku mau maen sama siapa aja, kamu gak bisa ngelarang aku kayak gitu. Lagian aku kerumah Iqbal cuman mau buktiin kekalian kalau Iqbal bukan orang yang nyebarin kalau kalian pacaran” bentak Dimas.
Vena dan Rani hanya terdiam mendengar jawaban dari Dimas. Vena tidak menyangka jika Dimas mempunyai keyakinan yang sebesar itu. Dimas marah besar dengan perbuatan Rani padahal sebelumnya hubungan persahabatan mereka tak pernah ada pertikaian, jika ada pasti hanya masalah kecil, dan Dimas yang selalu jadi penengah.
“Dim. Apa yang ngebuat kamu yakin, kalau bukan Iqbal yang nyeberin gosip itu?” tanya Vena, dengan nada bicara yang lemah lembut, seakan dia tak mampu lagi meredam kekeras kepalaan Dimas.
“aku yakin kalo Iqbal bukan pelakunya, karena Iqbal ituu...” ucap Dimas tidak melanjutkan bicaranya.
“Iqbal kenapa?” tanya Vena yang menatap tajam kedua mata Dimas.
“Iqbal itu suka sama kamu, jadi dia gak mungkin ngefitnah kamu, cinta dia kekamu itu besar banget” jawab Dimas.
Vena melongo mendengar pernyataan Dimas.
“gak mungkin, kamu bohong kan?” tanya Rani tidak percaya.
“aku gak bohong, aku sahabat kalian dan aku gak pernah bohong demi ngebela orang lain. Kalau kalian mau bukti, silahkan baca surat ini. Ini surat dari Iqbal buat Vena” ucap Dimas sembari memberikan surat dari Iqbal kepada Vena.
“surat apa ini?” tanya Vena.
“surat cinta dari Iqbal, aku saranin kekamu, baca surat ini disaat kamu sendiri jangan sampai ada satu pun orang yang tahu. Termasuk aku dan Rani. Karena ini permasalahan hati” ucap Dimas memberi saran.
“kamu kan pacar aku dim. Kenapa kamu malah kayak dukung cinta Iqbal buat aku? Kamu gak takut kalau misalnya aku berpaling dari kamu untuk Iqbal?” tanya Vena lembut.
“atau ini cuman permainan kamu aja? Supaya kita bisa maafin Iqbal?” bisik Rani di telinga Dimas.
“kalian mau tahu alasan kenapa aku baik sama Iqbal?” tanya Dimas.
Suasana hening, Dimas menunggu jawaban “iya” dari Rani dan Vena.
“aku cuman mau ngorbanin kebahagiaan aku buat orang sebaik Iqbal, yang mungkin gak punya kesempatan lama untuk menikmati keindahan didunia ini. Umur Iqbal gak akan lama lagi. Dan Aku rela kalau harus kehilangan kamu Ven, asalkan kamu sama dia bahagia” lanjut Dimas dengan nada yang serius.
Rani dan Vena juga nampak serius mendengarkan pernyataan Dimas.
“kamu rela liat aku sama Iqbal. Tapi aku cuman cinta sama kamu. Dan gak mudah buat aku berpaling dari kamu. Orang selama ini udah ada dihati aku. Maksud kamu apa bilang kalau umur Iqbal gak akan lama lagi?” tanya Vena penasaran.
“aku gak bisa ngasih alasan ini sekarang. Aku akan membiarkan waktu berjalan sendiri dan menjawab pertanyaan dari kalian” ucap Dimas yang lalu beranjak dari tempat duduknya.
Rani dan Vena pun semakin penasaran dengan ucapan-ucapan yang dikeluarkan Dimas.
***
Malam hari dirumah Vena.
Setelah semua barang-barang untuk kemping besok pagi sudah masuk semua kedalam tas ransel, Vena segera membuka tas sekolahnya dan mengambil kertas yang berisi surat dari Iqbal.
Dibacanya dengan teliti kata-perkata yang terkandung dalam surat tersebut.
Mungkin me.mang kamu tak pernah aku miliki. Tapi, aku sangat mengagumi apa yang kamu milik, senyummu, sinar matamu selalu menghiasi hari-hariku. Kamu selalu memancarkan pesona cinta dihatiku. Walau kita saling tersakiti, tapi aku yakin kamu adalah cinta sejatiku, dan aku akan selalu mencintamu hingga ujung hidupku yang mungkin tak akan lama lagi

Vena heran dan masih bingung dengan kata terakhir di surat tersebut.
“umur Iqbal gak lama lagi?” bisik Vena dalam hati.
Vena terkaget setelah melihat warna merah yang ada dikertas itu. Tangan Vena lemas dan kertas itu terjatuh.
“darah” ucap Vena singkat. Wajah nya masih terdiam dan tak mampu berkata lagi. Dengan segera ia kembali melipat kertas kertas itu dan menyimpannya.
Sedangkan di sisilain Ryan sedang berkunjung ke rumah Iqbal.
“gimana besok udah siap?” tanya Ryan yang baru saja masuk kekamar Iqbal.
“siap dong! Semua barang udah beres, tinggal berangkat aja” jawab Iqbal dengan nada semangat.
Untuk menghilangkan bosan, Iqbal menghidupkan LCD dikamarnya. Seperti biasa Iqbal selalu bermain games dengan Ryan. Bahkan mereka sering lupa waktu hanya gara-gara main games bersama.
“ngegames yuk, aku punya games baru nih” ajak Iqbal.
“ayoo.. apaan gamesnya” jawab Ryan dengan nada menantang.
“adadeh. Pokoknya seru”
Iqbal pun menyalakan gamesnya.
Mereka dengan asik memainkan games terbaru yang dimiliki Iqbal. Baru beberapa menit mereka bermain, Tiba-tiba Ryan berteriak.
“yes.. Aku menang” teriak Ryan.
“ah sial, lihat aja, lain kali aku bakal ngalahin kamu maen games ini” ucap Iqbal membanting stick gamesnya.
“sabar sob, aku tunggu tantangan kamu selanjutnya” ucap Ryan menepuk pundak Iqbal.
Iqbal pun beranjak dari tempat ia duduk dan mambaringkan badannya di ranjang. Tangannya di bantangkan lebar,kakinya hanya sebatas lutut yang dia taruh di atas ranjang dan kini ia memandangi langit-langit kamarnya.
“yan” panggil Iqbal.
“hem” jawab Ryan singkat.
Sejenak suasan hening. Sedangangkan Ryan Duduk bersila dan asik menikmati cemilan yang tadi dibawakan pembantu Iqbal.
“yan” panggil Iqbal lagi.
“ada apa sih bal, dari tadi manggil aku” jawab Ryan sembari memencet handponenya, seperti sedang membalas sms dari seseorang.
“aku punya utang gak sama kamu?” tanya Iqbal dengan nada serius.
“utang apa?” tanya Ryan menghentikan segala aktifitasnya, kini ia termenung memandang Iqbal yang masih berbaring di ranjangnya.
Iqbal memejamkan matanya. Dan berkata, “ya utang, utang uang gitu, atau utang janji”
“kamu aneh banget sih bal, tiba-tiba tanya gitu! Kamui tu gak punya utang apa-apa sama aku” jawab Ryan dengan nada tertawa.
“owh” jawab Iqbal singkat.
“btw, habis camping besok kan kita liburan panjang tu, gimana kalo kita pergi kejogja aja” ajak Ryan. Tetapi Iqbal tidak menjawab.
“ayolah, aku penasaran sama suguhan dikota itu” ucap Ryan dengan nada sedikit memaksa.
“liburan kali ini, aku udah acara sendiri yan, aku mau pergi” ucap Iqbal dengan mata tak berkedip dan masih memandang langit-langit dikamarnya.
“pergi kemana kamu, bukannya kita kalo liburan selalu pergi bareng ya?” tanya Ryan.
“kali ini aku mau pergi sendiri, jauh! Pokoknya aku mau sendiri” ucap Iqbal dengan nada datar, seolah Iqbal akan pergi ketempat jauh dan tidak akan kembali lagi.
Ryan bingung, dan mendekat ke arah Iqbal. Ryan terduduk di ranjang Iqbal tepatnya di samping Iqbal membaringkan badannya.
“kamu mau nenangin diri kamu, karena masalah Vena ya? Udahlah kamu lupain Vena aja, mungkin dia bukan cewek yang cocok buat kamu” nasehat Ryan.
“bukan! Emang liburan besok itu aku harus pergi. Dan emang takdir aku buat pergi. Pergi tanpa kamu, tanpa mereka dan tanpa orang-orang yang aku sayangi. Gak ada yang bisa mencegah kepergian ku,. Karena liburan kali ini. Aku bener-benar pengen sendiri” ucap Iqbal.
Ryan tersentak dan bulu kuduknya kini mulai berdiri semua mendengar kata-kata Iqbal. Ryan sedikit aneh mendengar rangkaian kata yang Iqbal ucapkan Iqbal.
“kamu ngomong apaan sih bal? Aneh-aneh aja! eh aku kekamar mandi dulu ya” ucap Ryan yang langsung masuk kamar mandi.
Iqbal pun terdiam dan masih memandang langit-langit kamarnya.
“kring,kring,kring” bunyi handphone Ryan yang tertinggal di atas karpet kamar Iqbal.
Iqbal menghela nafas dan bangun dari tidurnya.
“BBnya Ryan kenapa bunyi terus” ucap Iqbal yang lalu membuka handphone itu.
Iqbal kaget melihat sms-sms yang ada di handphone Ryan.
“Vena? Sms dari kak Vena. Sejak kapan Ryan deket sama kak Vena ” ucap Iqbal dalam hati.
Iqbal terdiam dan berfikir, apa benar Ryan juga suka sama kak Vena.
Iqbal terdiam dan mulai penasaran dengan pesan yang baru saja diterima di hape Ryan.
“apa bener apa yang diucapin sama kak Dimas. Kalau sebenarnya Ryan yang nyebarin gosip itu?” ucap Iqbal dalam hati, Tapi dia masih belum percaya jika belum ada bukti yang benar-benar akurat.
Tak lama kemudian, Ryan keluar dari kamar mandi dan segera merebut handpone nya yang berada digenggaman Iqbal.
“kenapa kamu pegang hape ku?” tanya Ryan berontak, dan segera merampas handponenya yang ada di genggaman iqbal.
Iqbal terdiam, dan bingung harus berkata apa.
“kamu buka pesan masuk di hanphone aku ya?” tanya Ryan.
“enggak” ucap Iqbal dengan nada terbata-bata.
“ini sms dari kak Vena, tenang, dia cuman minta bantuan dari aku kok buat acara kemping besok” alasan yang keluar dari mulut Ryan.
“iya, aku tahu kok” jawab Iqbal dengan nada gugup.
“ya udah aku pulamg dulu ya, masih ada beberapa barang yang harus aku siapin buat besok. Bye.  sampe ketemu besok disekolah” ucap Ryan berpamitan.
Ryan segera pergi meninggalkan rumah Iqbal.

***
Langit semakin gelap. Cahaya bulan semakin tampak benerang. Ditemani beribu bintang diangkasa luar.
Iqbal kembali memainkan pena nya di selembar kertas. Ada beberapa lembar puisi yang ia ciptakan malam itu. Tak hanya puisi, malam itu Iqbal menuliskan beberapa surat untuk beberapa orang yang ia cintai.
“aku yakin, umurku tak akan lama lagi. Walau aku tak tahu kapan kamu mengambil nyawa ku. Kapan akhir aku menutup cerita ini. Cerita yang penuh derita, dengan perjalanan takdir yang tak terduga. Aku senang mempunyai keluarga yang sayang sama aku. Aku senang memiliki sahabat yang sangat setia seperti Ryan, mungkin benar kata mama. Keindahan cinta tak harus kita dapat dari lawan jenis yang kita kagumi, tapi juga bisa kita dapatkan dari keluarga dan kerabat disekitar kita” suara hati iqbal yang masih hening memandang bintang-bintang dilangit.
***
Langit yang gelap kini telah berubah menjadi langit biru yang cerah. Ryan menutup tasnya dan memastikan jika tidak ada barang yang tertinggal lagi. Setelah itu ia segera menuju kesekolah, karena pukul 8pagi rombongan camping sekolahnya akan segera berangkat ketempat camping.
Begitu juga dengan Iqbal yang masih sarapan dengan keluarganya.
“kamu yakin mau ikut camping?” tanya mama Iqbal dengan nada yang sangat khawatir.
“iya, ma. Iqbal gak papa. Mama gak usah khawatir. Iqbal janji gak akan telat minum obat. Gak telat makan” ucap Iqbal yang terus meyakinkan mamanya yang semua tidak mengizinkan Iqbal iku camping.
Mama Iqbal pun mengelurkan senyum paksa setelah Iqbal mencium keningnya dan berpamitan kepadanya.
“bye ma! Iqbal berangkat dulu. Mama selalu senyum yama buat Iqbal” pesan Iqbal sebelum ia pergi.
Wajah mamanya berubah menjadi cemas karena muncul firasat buruk untuk Iqbal, ketika Iqbal mulai meninggalkan rumah dengan diantarkan oleh Frans kakaknya.
***
Disekolah, Iqbal sudah lebih dahulu datang daripada Ryan. Iqbal memutuskan untuk bergabung dengan teman-temannya yang lain dilapangan.
Melihat keberadaan Iqbal dilapangan, Dimas segera mendekat kearah Iqbal.
“gimana bal? Kamu yakin ikut camping. Kamu boleh izin, buat gak ikut kok. Nanti kalau penyakit kamu kambuh gimana? Aku takut terjadi apa-apa sama kamu”tanya  Dimas.
“tenang kak, aku baik-baik aja. Aku udah bawa obat kok, dan aku janji gak bakalan telat minum obatnya” jelas Iqbal
“oh ya bal. Kemarin aku udah ngasih surat itu buat Vena. Tapi aku belum tahu gimana ekspresi dia baca surat dari kamu. Soalnya aku suruh dia baca surat itu pas dia lagi sendiri” tambah Dimas.
“gak papa kak, aku udah bisa nebak gimana ekspresi kak Vena saat baca surat itu. Pasti kak Vena tambah marah sama aku. Atau mungkin kak Vena malah pengen aku buat cepet pergi dari hidupnya” jawab Iqbal.
“gak mungkin bal. Vena itu orangnya baik. Dan anggapan kamu tentang Vena yang pacaran sama Rani itu salah” jelas Dimas.
“tapi kak, waktu di cafe itu, aku bener-bener liat kak Vena mesra banget sama kak Rani?” tanya Iqbal.
“trus kamu foto mereka?” tanya Dimas.
“gak kak. Demi apapun aku gak sempet buat foto mereka. Aku gak tahu siapa yang nempel foto itu dimading. Waktu itu aku lagi sama kak Frans. Kalau kaka gak percaya. Kaka bisa tanya langsung sama kak Frans, kalau aku gak bawa camera apapun pas masuk cafe itu” jelas Iqbal panjang lebar.
Dimas terdiam, kecurigaannya semakin bertambah setelah mendengar pernyataan Iqbal.
“ya udah, aku kesana dulu ya. Mau Gabung sama temen-temen yang lain” ucap Dimas yang langsung pergi meninggalkan Iqbal.
Setelah Dimas pergi, Iqbal mengambil handpone di saku celananya. Dia menelepon Ryan dan memintanya untuk segera datang kesekolah, karena beberapa menit lagi rombongan akan segera berangkat.
Disisi lain, Dimas bergabung dengan Rani dan Vena yang sedang terduduk di bangku taman sekolah. Dimas nampak aneh melihat Vena yang seperti sedang memikirkan sesuatu.
“ven” panggil Dimas, yang menganggu lamunan Vena.
“hem” jawab Vena, kaget .
“ven, kamu kenapa sih? Lagi mikirin sesuatu ya?” tanya Dimas.
Vena memandang Dimas dan menarik tangannya. Ia mengajak Dimas ketempat yang sepi. Ia ingin membicarakan tentang surat dari Iqbal.
“Dim, maksud Iqbal kirim surat itu untuk aku apa?” tanya Vena sembari menyodorkan surat dari Iqbal.
Dimas terdiam dan penasaran dengan isi surat tersebut, ia pun segera membuka surat itu, dan membacanya.
“umur Iqbal gak akan lama lagi” ucap Dimas singkat.
“maksud kamu apa Dim? Aku gak ngerti sama isi surat itu? Ada apa sama Iqbal?” tanya Vena dengan nada cemas dan panik.
Dimas tidak menjawab dan beranjak pergi.
“kamu mau kemana?” tanya Vena.
“mau nyari Ryan” jawab Dimas singkat.
Di dalam kerumunan murid kelas 10, Dimas mencari keberadaan Ryan. Tetapi Dimas tidak menemukan sosok itu. Namun saat pandangan Dimas tertuju pada gerbang sekolah, ia melihat Ryan baru saja masuk gerbang dengan menenteng tas ranselnya. Dimas pun berlari kearah Ryan.
“Ryan” panggil Dimas.
“ada apa kak?” tanya Ryan bingung.
“ada yang harus aku bicarain sama kamu. Penting!” pinta Dimas.
“tapi kak. Aku mau nyari Iqbal dulu. Kata dia, rombongan camping mau berangkat” ucap Ryan yang menghindar dari Dimas, ia takut jika nantinya Dimas bertanya yang aneh-aneh dengan dia. Ryan tidak mau jika rahasia permainannya selama ini terbongkar..
“aku Cuman butuh waktu sebentar yan. Dan bus rombongan camping gak akan berangkat tanpa aku. Karena aku ketua panitianya” ucap Dimas yang langsung menarik tangan Ryan dan membawanya ketempat sepi.
“ada apa kak?” tanya Ryan. Mereka terhenti didepan perpustakaan
“aku cuman mau tanya ke kamu, akhir-akhir ini sikap Iqbal suka aneh gak sama kamu?” tanya Dimas.
Ryan terdiam dan seperti memikirkan sesuatu.
“enggak. Enggak ada yang aneh dari Iqbal. Dia biasa aja kok, kayak biasanya, gak ada yang aneh dari sikap Iqbal” jawabnya singkat.
“aku serius  yan, coba kamu inget-inget lagi” pinta Dimas.
Ryan pun mengingat kejadian semalam yang sedikit aneh disaat iqbal berkata,
“bukan! Emang liburan besok itu aku harus pergi. Dan emang takdir aku buat pergi. Pergi tanpa kamu, tanpa mereka dan tanpa orang-orang yang aku sayangi. Gak ada yang bisa mencegah kepergian ku,. Karena liburan kali ini. Aku bener-benar pengen sendiri” 
Namun ia tidak ingin membicarakannya dengan Dimas, karena ia mengaggap itu sebagai hal biasa. Mengaggap itu sebagai perkataan biasa, perkataan yang keluar dari mulut Iqbal disaat perasaan Iqbal galau.
“gak ada kak, gak ada yang aneh dari sikap Iqbal. ” jawab Ryan singkat, ia menyembunyikan pernyataan Iqbal tadi malam.





***

Didalam bus, semua murid sudah terduduk pada bangkunya masing-masing. Dimas dan Ryan yang masuk terlambat pun mendapat sorakan dari semua murid yang sudah menunggu didalam bus
Iqbal terduduk dibangku bus urutan ke tiga dengan lamunan yang terganggu karena mendengar sorakan seluruh isi bus.
Ryan nampak melihat-lihat bangku busyang kosong. Setelah ia melihat Iqbal, ia segera duduk disamping Iqbal yang kosong.
“hey, kenapa kamu ngalamun aja?” bentak Ryan.
 “kamu baru dateng? Pasti tadi pagi bangun kesiangankan” tanya Iqbal.
“iya nih, semalem aku keasikan nonton DVD sama anak temennya ayahku. Terus tadi diajak ngobrol sebentar sama kak Dimas” jawab Ryan.
“kak Dimas? Ada perlu apa kak Dimas?” tanya Iqbal.
“ah.. gak ada yang penting kok dari pembicaraan kita tadi” jawab Ryan.
Perjalanan yang mereka tempuh untuk tiba ditempat camping membutuhkan waktu sekitar 4jam. Jarak yang lumayan jauh itu membuat semua murid harus benar-benar pintar membuat suasana disalam bus menjadi lebih bersuka cita.
Baru satu jam perjalanan Ryan sudah tertidur pulas di samping Iqbal, Padahal suasana bus pagi itu lumayan ramai dengan sorak sorai para murid yang melantunkan beberapa lagu.
Iqbal membuka tasnya dan mengambil buku kecil yang bertuliskan tulisan arab. Iqbal membacanya dalam hati. Buku kecil itu ternyata al-quran.
Sejenak Ryan terbangun dan membuka sedikit matanya. Ryan terkaget dengan apa yang di baca Iqbal.
Matanya terbelalak lebar. Ryan semakin curiga dengan yang terjadi. Sikap Iqbal begitu aneh akhir-akhir ini.
Ryan memejamkan matanya lagi. Dia membuat seolah-olah tidak tahu dengan apa yang sedang dilakukan Iqbal.
***
4 jam sudah perjalanan yang mereka tempuh. Semua murid turun dari dari bus dan segera mempersiapan beberapa hal yang sudah diperintahkan oleh panitia.
Ryan dan Iqbal berjalan bersama menuju tenda yang sudah disediakan. Sejenak pandangan Iqbal tertuju pada gadis manis itu yang bernama Vena. Iqbal tersenyum manis melihat Vena, dan Vena membalas senyum Iqbal tersebut.
Setelah Vena berberes semua barang-barangnya. Ia duduk di salah satu dahan besar bekas pohon tumbang. Vena nampak sedang memikirkan sesuatu.
“lagi mikirin Iqbal ya?” tanya Dimas yang tiba-tiba datang.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Vena. Wajahnya masih tertuju kosong. Dan batinnya kini hanya ada nama Iqbal.
“Dim, dari awal aku ketemu Iqbal, aku udah ngerasain kalau dia punya perasaan spesial buat aku. Tapi aku bingung, kenapa dia tega sama aku dan nyebarin gosip kalau aku pacaran sama Rani. Padahal aku normal dim. Aku cintanya sama kamu bukan sama Rani,” ucap Vena. Sembari menyandarkan kepalanya dibahu Dimas.
“iya, aku tahu Ven, aku tahu kamu banget. Dan gosip itu emang salah seratus persen. Tapi apa kamu masih yakin kalau yang nyebarin gosip itu adalah Iqbal. Aku yakin banget Ven, kalau bukan Iqbal yang ngelakuiin ini semua. Toh, belum ada buktikan kalau Iqbal yang nyebarin gosip itu” ucap Dimas meyakinnya Vena.
“kamu bilang belum ada bukti? Lalu foto yang ada di mading itu menurut kamu perbuatan siapa? Iqbal satu-satunya orang sekolah kita yang ada di cafe itu. Aku yakin kalau itu perbuatan Iqbal” jawab Vena, yang lalu mengakat kepalanya dari bahu Dimas..
“oke, kalo kamu masih gak percaya, aku bakal nyari bukti kalo bukan Iqbal yang negakuin ini semua” ucap Dimas, dengan nada tegas.

***

Setelah menata semua barang-barang yang ia bawa, Ryan terduduk di pintu masuk tenda, dan ia sibuk dengan camera DLSR-nya. Sedangkan Iqbal masih didalam tenda dan tampak seperti sedang mencari sesuatu.
 “kamu cari apa bal?” tanya Ryan, tanpa menoleh kearah Iqbal.
“obat yan. Obatku gak ada” ucap Iqbal dan tak sengaja ia menyebut kata obat..
“obat? Obat apa bal? Kamu sakit?”tanya Ryan dengan cemas dan lalu masuk kedalam tenda.
“eh. Enggak bukan obat tapi vitamin” jawab Iqbal dengan nada gugup dan berbohong.
Iqbal sangat panik mencari obatnya yang ternyata tertinggal di rumah. Obat itu tertinggal di meja dapur saat pagi tadi ia akan meminumnya.
Iqbal sangat panik dan akhirnya dia pun memutuskan untuk keluar dari tenda dan menuju ketempat yang sunyi.
Langkah kaki Iqbal mengantarkankan ke tepi danau yang letaknya tak begitu jauh dengan tempah perkemahan. Ia terduduk di bawah pohon yang tumbuh besar tepat di tepi danau itu.
Iqbal terduduk, dan diikuti oleh Ryan yang ternyata sedari tadi mengikuti langkah kaki Iqbal secara diam-diam.
Mereka terduduk dalam kesunyian. Mata Iqbal terus tertuju pada pemandangan danau itu. Mulutnya tersenyum setelah melihat ke arah langit yang biru itu.
“langit yang indah. Andai  besok aku masih diberikan kesempatan untuk menikmati keindahan dunia ini, pasti aku bahagia” ucap Iqbal dengan nada lembut.
“bal, aku ngerasa dari kemarin kamu itu aneh. Apa sih yang ngebuat sikap kamu berubah aneh kayak gini? Apa kamu ada masalah?”tanya Ryan.
“berubah gimana maksudnya? Sikapku gak ada yang aneh kok. Dari kecil ya sifatku kayak gini” jawab Iqbal yang masih asik memandang air danau yang tenang itu.
“kamu aneh bal. Aku bisa ngerasain keanehan kamu” ucap Ryan.
Iqbal terdiam. Ia memandang langit yang cerah siang itu, dan langsung beranjak dari tempat ia duduk. Wajahnya tertoleh kebelakang dan lalu mengambil sebuah batu kecil yang langsung ia lemparkan ke tengah danau.
“air yang tenang, ternyata kerikil kecil bisa merusak ketenangan air didanau itu. Apa mungkin ya orang yang tenang jika beri sedikit pengaruh, akan mempengaruhi semua ketenangan sifatnya” tanya Iqbal.
“iya, air yang tenang didanau itu akan bergerak dan terganggu jika ada benda yang kecil yang jatuh di atas air itu”jawab Ryan.
Iqbal terdiam dan berkata dalam hati, “apa mungkin sifat tenang yang dimiliki kak Vena bisa terusik kalau ada yang mengganggunya. Atau mungkin orang yang merusak sifat ketenangan kak Vena itu aku? Aku penyebab masalah ini. Mungkin aku yang membawa kesialan bagi kak Vena. Semenjak aku cinta sama dia, sikap dia jadi berubah dari tenang menjadi kasar”. Dalam fikirannya terniang bayangan saat Vena membentaknya di dekat tangga dan memukul keras meja yang ada dihadapanya.
“kenapa diam bal?” tanya Ryan.
Iqbal tak menjawab, mungkin ia tidak mendengar perkataan Ryan.
Iqbal terdiam dan termenung. Dia tidak mau menjawab pertanyaan Ryan. Ia beranjak dari tempat ia berdiri dan kembali ke arena perkemahan.
“eh bal, jangan tinggalin aku. Dasar aneh” panggil Ryan dan lagi-lagi mengikuti langkah kaki Iqbal.
Sesampainya di arena perkemahan, Iqbal mencari keberadaan Dimas, ia pun menuju ke pos utama, tempat anak-anak panitia berkumpul.
Dimas terduduk di salah satu kursi, nampaknya ia sedang sibuk menulis sesuatu. Iqbal pun mendekati Dimas.
“kak Dimas, aku boleh pinjem pengeras suara?” ucap Iqbal yang baru datang dengan menepuk pundak Dimas.
Dimas terkejut dan menjawab.
“pengeras suara? buat apa?” tanyanya.
“nanti juga kakak tahu”
Dimas pun segera mengambilkan pengeras suara untuk Iqbal.
“ini” ucapnya sembari menyerahkan pengeras suara itu.
Iqbal pun segera menuju kelapangan utama, dan mengumpulkan seluruh murid dilapangan itu.
“tes tes. maaf teman-teman jika saya mengganggung istirahat kalian, tapi dalam kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan sesuatu, sesuatu yang menurut kalian mungkin gak penting. Tapi bagiku ini sangat penting” ucap Iqbal dengan menggunakan pengeras suara itu.
Vena dan Rani yang sedang asik memasak air pun, terkejut setelah mendengar suara Iqbal dari pengeras suara itu. Mereka pun segera menuju mendekat kearah Iqbal berdiri.
“aku berdiri disini karena ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama seseorang, dan mungkin orang itu udah gak mau bicara sama aku. Tapi aku yakin, sekarang orang itu bisa mendengar apa yang aku katakan” ucap Iqbal yang menghentikan bicaranya, lalu ia memandang kearah Vena.
“pertama aku mau minta maaf sama kalian semua,maaf jika selama ini, aku punya salah sama kalian, yang kedua aku mau minta maaf sama kak Vena. Maaf kalo selama ini aku udah ngeresahin hidup kak Vena. Maaf kalau aku udah ganggu kehidupan kak Vena. Mungkin kak Vena dan kak Rani ternganggu dengan gosip yang beredar belakangan ini. Tapi aku mau tegasin sekali lagi kalau bukan aku yang nyebarin gosip itu. Kalau pun kalian masih mengira aku pelakunya. Aku minta maaf banget. Dan sebisaku aku akan benar-benar menghilang pandangan jelek itu. Dan aku mau pesen sama temen-temen yang lain buat gak percaya sama gosip yang baru-baru ini berdear tentang kak Vena yang inilah, yang itulah. Semua itu gak bener. Kak Vena itu baik, dan aku yakin kalau kak Vena gak punya sifat yang sejelek itu”
“kalau bukan kamu pelakunya siapa lagi bal? Semua udah ada buktinya dan kamu gak bisa bohong.” tanya Rani dengan nada angkuh.
“apa perlu aku datangkan dua malaikat yang mungkin akan menjemputku untuk menjadi saksi atas pernyataanku tadi? Apa aku perlu bersujud didepan kak Rani dan kak Vena buat ngebuktiin kalau aku gak pernah nyebarin gosip itu? Aku orang gak sempurna, mungkin aku gak bisa ngelakuin itu semua. Tapi aku hanya ingin hidup didunia dengan penuh kedamaian. Untuk apa aku hidup didunia ini, jika isinya hanya orang-orang yang dendam dengan aku. Hidup seseorang yang ada yang bisa nebak. Apa salah kalau sebelum kita pergi kita minta maaf dulu. Allah bisa dengan mudah memaafkan umatnya. Tapi apa manusia bisa seperti itu. Manusia itu makhluk yang penuh dengan kesombongan. Manusia gak sempurna. Tapi manusia seolah tak acuh dengan kata maaf itu. Maaf satu kata yang bisa menghantarkan kita menuju damaian dan kebahagiaan” ucap Iqbal yang berhenti sejenak untuk mengambil nafas.
“mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan saat ini. Semoga kak Vena dan kak Rani bisa memahami betul dengan apa yang barusan aku omongin. Makasih” tutup Iqbal dengan senyum penuh keikhlasan.
Perkataan Iqbal tersebut membuat semuanya terhanyut. Vena heran kenapa Iqbal bisa melakukan hal ini.
Sedangakan Ryan masih berdiri dalam kesendiriannya dibelakang Iqbal, sembari mengelurkan air mata keharuan.
“Bukan seharusnya Iqbal yang minta maaf di atas situ. Tapi aku” ucap Ryan dalam hati.
Iqbal turun dari mimbar sembari melontarkan senyum lebar. dan Dimas segera menghampirinya.
“kenapa kamu ngelakuin ini? Bukan kamu yang seharunya berdiri di mimbar itu untuk minta maaf. Kamu gak salah. Kenapa kamu minta maaf?” tanya Dimas.
“udahlah kak, ka ve kan ngiranya kalo aku yang nyebarin gosip itu. Jadi aku harus minta maaf. Dan aku terima kok, kalo misalnya kak Vena tetep gak mau maafin aku, yang penyingkan aku dah niat buat minta maaf” ucap Iqbal yang lalu menyerahkan pengeras suara itu kepada.
“kamu itu memang orang baik. Hati kamu malaikat” ucap Dimas sembari menepuk pundak Iqbal.
Iqbal pun tersenyum.
Disiisi lain.
Vena dan Rani kembali ketempat mereka semula dan membicarakan apa yang dilakukan oleh Iqbal tadi.
“heran deh aku sama Iqbal, udah tau salah. Masih aja berani ngomong kayak gitu depan umum. Pakek bawa nama malaikan segala lagi” ucap Rani.
“ran, kenapa ya, Dimas selalu yakinin ke aku kalo Iqbal bukan orang yang nyebarin gosip itu? Kayaknya Dimas tahu sesuatu tentang masalah ini.” tanya Vena.
“Ven, aku bukan tuhan. Aku gak tahu mana yang salah dan mana yang benar. Aku sebagai sahabat kamu cuman mau yang terbaik buat kamu. Turuti kata hati kamu. Pasti kata hati kamu tahu kok mana yang salah dan mana yang benar” naseha Rani.
***
Frans yang merasa haus sore itu menuju kedapur untuk mengambil secangkir air putih. Dengan langkah yang tegas dan sibuk memandang handpone di tangannya, ia membuka pintu lemari es dan mengambil sebotol air mineral didalamnya.
Ia pun menuju ke rak untuk mengambil gelas, dengan fokusnya masih di handphonenya. Ia pun meletakkan handponenya di meja dan….
“kreek” bunyi obat-obat Iqbal yang terjatuh dilantai.
Frans pun menolehkan pandangannya ke sumber suara. Dengan teliti ia mengambil botol obat itu dan memandanganya.
“obatnya Iqbal” ucap Frans terkejut.
Dengan segera dan langkah pasti, frans meneju kekamarnya dan ia segera mengambil jaket dan kunci mobilnya di meja.
Dengan laju mobil yang sangat kencang, Frans menuju keperkemahan tempat Iqbal saat itu. Perjalanan yang jauh dan kondisi jalan yang macet sangat menghambat Frans untuk segera tiba di tempat Iqbal.
“ya allah kuatkan adek hamba, jangan biarkan dia kenapa-napa.lancarkanlah perjalanan ini, supaya hambar tidak terlambat” ucap Frans dalam hati.
Dalam hatinya terbesit rasa yang sangat khawatir, memikirkan kondisi adiknya yang lupa membawa obat yang sangat penting untuk hidupnya. Karna obat itulah penunjang hidup Iqbal selama ini.

***

Jam demi jam berlalu.
Kini langit menjadi hitam dan penuh dengan bintang. Malam itu sungguh cerah. Murid murid bernyanyi riang didepan api unggun yang menghangatkan mereka.
Iqbal duduk disamping Ryan yang sedang memainkan gitar. Mereka memilih menyendiri di depan tenda mereka. Begitu juga dengan Vena dan Dimas yang memilih menikmati malam itu berdua di bekas dahan pohon tumbang dekat tenda utama. Duduk berdua menikmati bintang-bintang malam itu.
“jreng,,,” suara gitar yang di mainkan Ryan.
“inikah namanya cinta, oh inikah cinta. Cinta pada jumpa pertama. Inikah rasanya cinta, oh inikah cinta terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya….” alunan lagu itu muncul dari mulut Iqbal.
“stop stop ganti deh lagunya. Jangan lagu cinta-cintaan. Bikin galau lagunya” ucap Ryan.
“ya udah, lagu apa nih sekarang” ucap Iqbal sembari bermain dengan dahan pohon kecil, yang baru saja terjatuh tepat didepan ia duduk.
“eh, bentar-bentar. Aku kebelet nih. Aku buang air kecil dulu ya” izin Ryan kepada Iqbal.
Iqbal pun terduduk sendiri.
Tiba-tiba matanya tertuju pada camera canon milik Ryan yang tertinggal didalam tenda. Iqbal pun mengambilnya dan melihat-lihat beberapa foto yang menjadi objek sahabatnya itu.
“ternyata, Ryan punya bakat jadi fotografer handal. Bagus bagus banget hasil fotonya dia” ucap Iqbal dalam hati.
Beberap foto dipandangi oleh Iqbal. Iqbal tersenyum melihat foto-foto itu. Tapi pada galery foto yang ke 25, tiba-tiba ekspresi Iqbal berubah.
Iqbal terdiam. Wajahnya berubah menjadi pucat. Bibirnya bergetar dan tak mampu mengeluarkan kata.Tangannya kaku memegang camera Ryan. Rasanya Iqbal tidak kuat mengangkat camera itu. Hampir camera itu terjatuh dan segera ditangkap oleh si pemilik camera.
 “lancang banget kamu buka-buka camera orang tanpa izin” bentak Ryan.
Iqbal terkejut dan terdiam. Ia menatapRyan dengan mata yang dalam. Dan Ryan tak berani membalas tatap Iqbal, ia sibuk membenahi camera yang ada ditangannya.
“aku gak nyangka kalau kamu setega itu sama aku yan” ucap Iqbal.
“kenapa? Kamu habis lihat foto kak Vena dan kak Rani waktu di cafe itu?” tanya Ryan dengan nada licik.
“kamu tega banget ngelakuin itu ke aku. Salah aku ke kamu apa? Dan maksud kamu ngelakuin ini apa?” tanya Iqbal dengan nada sedikit tinggi.
“kamu gak punya salah apa-apa sama aku bal. Kamu itu terlalu baik sama aku. TAPI AKU SAYANG SAMA KAK VENA,AKU CINTA SAMA KAK VENA JAUH SEBELUM KAMU MENGENAL DIA” ucap Ryan.
“tapi bukan begini caranya yan. Kenapa kamu gak jujur aja sama aku. Aku bisa kok ngeikhlasin kak Vena buat kamu, kamu sahabat aku, dan seharusnya diantara kita itu terjalin sebuah kejujuran. Bukan kemunafikan” ucap Iqbal.
Ryan terdiam.
“ternyata benar, kata kak Dimas. Harusnya aku lebih percaya kak Dimas dari pada sama kamu! Sahabat aku sendiri” ucap Iqbal membentak.
“AKU GAK BUTUH KEPERCAYAAN DARI KAMU” ucap Ryan.
“selama ini aku salah ngangep kamu sahabat. KAMU ITU CUMAN COWOK YANG MUNAFIK DAN HATI KAMU ITU BUSUK. AKU BENCI SAMA KAMU, AKU KECEWA SAMA SIKAP KAMU” ucap Iqbal yang langsung meninggalkan Ryan.
Ryan berdiri kaku di depan tenda.
Dia sedikit menyesali perbuatannya selama ini. Ia menatap langit hitam yang gelapnya mencekam. Tak ia sadari jika kedua telapak tangannya telah meremas wajahnya, dan rambutnya yang semula rapi pun kini  menjadi acak-acakan. Tak ingin terlambat, kemudian ia segera pergi mencari Iqbal dan segera meminta maaf atas semua perbuatannya.
Iqbal pergi dari Ryan dan menuju ke pos utama untuk mencari Dimas. Tapi Iqbal tidak menemukan Dimas. Ia memasuki tenda demi tenda panitia camping malam itu, tapi tetap saja ia tak menemukan sosok Dimas.
Keluar dari pos utama, Iqbal menoleh ke arah. Dilihatnya dua sosok remaja yang sedang berpadu kasih. Mereka saling berhimpitan,kepala sang wanita disandarkan lemah di bahu si laki. Terdengar ucapan-ucapan manis yang keluar dari mulut si lelaki.
Iqbal memahami sosok siapa yang sedang terduduk di bekas pohon tumbang itu.
Iqbal  mengintai dan berjalan pelan menuju ketempat itu dari arah belakang.
Iqbal semakin dekat dan mendekat. Suara itupun semakin jelas dan ia mengenal betul dengan suara itu. Kini Iqbal dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
“aku tau, kamu ngelakuin ini buat kebaikan aku. Dan aku tau, kamu cuman pengen ngebahagiain Iqbal. aku sayang sama kamu, aku janji aku akan selalu percaya sama kamu” ucap Vena dengan manja.
“gitu dong. Itu baru pacarnya Dimas” ucap Dimas membelai mesra rambut Vena yang indah dan lembut.
Terkaget, terkejut, diam dan berkeringat. Itulah yang Iqbal rasakan saat itu. Ia tak menyangka jika dua sejoli itu adalah Vena dan Dimas. Ia terkaget karena melihat Dimas dan Vena duduk berdua layaknya seorang kekasih yang sedang memadu kasih. Ia tidak menyangka jika lelaki yang selama ini membantu dia untuk dekat dengan Vena, malah mengkhianati dia.
“ternyata kebaikan yang disekitarku semuanya palsu, apa mereka baik hanya karna kasihan sama aku? Apa aku hanya layak untuk dikasiani? Apa aku hanya layak untuk dikhianati. Dosa apa aku ya allah? Kenapa aku bertemu dengan mereka-mereka jika akhirnya merekalah yang menyakiti juga ” ucap Iqbal dalam hati.
Tak kuat melihat Dimas dan Vena berpadu mesra, Iqbal membalikan badannya dan ingin segera pergi dari tempat ia berdiri. Tapi sayang Iqbal tersandung dahan pohon. Ia terjatuh dan Dimas menengok ke arah Iqbal.
“Iqbal! sejak kapan kamu ada disni?” tanya Dimas panic dan kaget.
Iqbal segera berdiri dari jatuhnya.
“kalian gak perlu tahu sejak kapan aku disini. Yang jelas aku udah tau semuanya. Semuanya munafik. Kenapa kakak gak jujur sama aku kalo kakak itu pacarnya kak Vena. Dan kenapa kakak malah bantuin aku buat deket sama kak Vena” ucap Iqbal.
“ini gak seperti yang kamu kira bal. Niatku cuman baik kekamu, aku cuman pengen kamu bahagia” jawab Dimas.
“jadi itu cara kakak buat ngebahagiain aku. Satu hal yang kakak perlu tau. Aku akan  tenang dan bahagia, Kalo kak Vena itu udah maafin aku. itu udah cukup kak buat aku, dan semua yang kak Dimas lakuin itu semuanya salah. Aku tahu pasti kakak cuman kasihan sama aku kan, ingetkak, aku emang lemah, tapi aku gak butuh dikasihani sama kakak” ucap Iqbal yang segera berlari pergi.
Dimas dan Vena terdiam dan saling berpandangan. Suasana sejenak hening, dan Dimas mencoba untuk mengeluarkan sepatah kata, namun sudah terlebih dahulu Iqbal berlari pergi dari hadapan mereka.
“Iqbal” panggil Dimas, tapi jauh Iqbal melangkah, hingga tak tampak lagi.
Mereka pun segera mengejear Iqbal, Tapi mereka berpapasan dengan Ryan yang juga mencari Iqbal.
“kak Dimas kenapa lari-lari?” tanya Ryan dengan nafas terengah-engah.
“kamu sendiri juga kenapa lari-lari? Aku lagi cari Iqbal” tanya balik Dimas.
“aku juga lagi cari Iqbal kak, tadi dia pergi, gara-gara marah sama aku” jawab Ryan.
“kamu juga lagi nyari Iqbal. Kira-kira dia ada dimana ya sekarang?” tanya Vena.
“gak tahu kak, mendingan sekarang kita cari dia aja deh” ucap Ryan cemas.
Mereka pun segera melanjutkan langkahnya dan mencari keberadaan Iqbal, tapi mereka di halang oleh panitia camping lainnya.
“eeeehh.. Stop stop...” ucap panita yang diketahui bernama nino itu.
“ada apa sih no” bentak Dimas.
“kamu Ryan kak temennya Iqbal?” tanya nino.
“iya, kenapa kak?” jawab Ryan bersemangat.
“ini, tadi kakaknya kesini, terus nitip ini buat dia” ucap nino sembari menyerahkan sebotol obat milik Iqbal yang tertinggal dirumah.
“apaan nih?” tanya Ryan setelah menerima obat itu.
“gak tau” ucap nino yang langsung pergi.
Ryan tampak mengamati obat tersebut.
“ini pasti vitamin yang Iqbal cari tadi siang. Dia panik banget vitaminya ketinggalan dirumah” ucap Ryan.
Dimas segera merebut obat itu dari tangan Ryan.
“ini bukan vitaminnya Iqbal, tapi ini obatnya dan kalau sampe dia telat minum obat ini, akibatnya bisa fatal” ucap Dimas.
“emangnya Iqbal sakit apa kak?” tanya Ryan yang raut mukanya kini berubah lebih pucat dari sebelumnya.
Dimas terdiam dan tak menjawab bertanyaan Ryan.
“hey, kenapa kalian semua disini? Pantesan ya, kalian di cari kemana-mana gak ada, ternyata asik ngobrol disini” tanya Rani yang tiba-tiba datang.
“kita harus cari Iqbal sekarang” ucap Dimas dengan nada panik dan tanpa mempedulikan Rani yang baru saja datang itu.
“kenapa cari Iqbal, kamu juga mau cari Iqbal Ven? Care banget kalian semua sama Iqbal. Pasti kalian semua terpengaruh sama ucapan yang barusan dia ucapin dilapangankan. Udahlah, kalian jangan gampang dibodohin sama dia. Muka dia emang baik kayak gak punya dosa. Tapi didalam hatinya apa kalian semua tahu sifat Iqbal” ucap Rani dengan nada angkuh.
“Rani, aku mohon kamu diem dan bantu kita buat cari Iqbal. Asalkan kamu kamu tahu ya, Iqbal sekarang lagi sakit parah. Dan dari tadi siang dia gak minum obat ini. Sekarang dia hilang, kita harus cari dia Ran” ucap Dimas.
“ven, gak usah peduli sama dia, dia itukan udah nyebarin gosip yang enggak enggak tentang kita. Ngapain juga sih kamu masih peduli sama dia” ucap Rani mempengaruhi.
Ryan terkaget dengan ucapan Rani. Ingin rasanya ia jujur bahwa bukan Iqbal yang menyebarkan gosip itu. Tapi Ryan tidak berani berkata jujur. Ryan pun menundukan kepalanya.
“bukan Iqbal yang nyebarin gosip itu” bentak Dimas.
Wajah Ryan semakin takut berada diantara mereka bertiga.
Rani terdiam dan pandangan Dimas tertuju pada Ryan.
“yan, kayaknya ada yang mau kamu ucapin. Jujur deh kamu mau ngomong apa?” tannya Dimas.
“enggak, aku gak mau ngomong apa-apa. Karena emang gak ada yang harus aku bicarain” ucap Ryan takut.
“ya udah, kita cari Iqbal sekarang” ajak Vena. Mereka pun melanjutkan langkah mereka.
Malam semakin larut, kini benar-benar sinar bulan yang menerangi malam itu. Tak ada lampu dan tak ada pencahayaan sedikitpun dari lampu di dalam hutan tersebut.
Iqbal menghentikan langkahnya, badannya ia sandarkan di bawah pohon besar nan rindang. Nafasnya berjalan tak beranturan, sakit dikepalanyapun muncul lagi, meski tak sesakit di hari-hari biasanya, mungkin ini efek karena ia terlambat meminum obat yang memang seharunya rutin ia minum.
Ia berusaha mengambil handphonenya di kantungnya untuk mencoba menghubungi Frans. Namun dilihatnya handphone yang sudah mati dan tak bernyawa.
“duh, baterenya habis lagi” ucap Iqbal dengan menahan sakitnya.
Iqbal pun berdiri dari duduknya untuk mencoba mencari kehidupan didalam hutan itu. Satu dua langkah ia lakukan dengan langkah yang senggoyongan. Pada langkah ketiga, ia tak mampu lagi menompang badannya, dan akhirnya ia terjatuh dan merintih kesakitan. Tak ada satu orang pun yang bisa merasakan kesakitan Iqbal saat itu. Mungkin hanya mamanyalah yang bisa merasakan firasat buruk tentang Iqbal yang saat itu sedang sendiri didalam hutan dengan menahan sakitnya.
Rasa panik semakin jelas didalam diri mama Iqbal setelah foto Iqbal yang terbingkai rapi di ruang keluarga tiba-tiba terjatuh tanpa sebab apa-apa.
“hah, apa itu?” tanya mama Iqbal terkejut.
Mamanya segera mendekat kearah sumber suara. Ia nampak gelisah dan tiba-tiba air matanya terjatuh setelah melihat kaca bingkai foto Iqbal yang pecah dan berserakan diatas lantai.
Ia segera menelepon Frans yang saat itu sedang perjalanan menuju kerumah. Rasa gelisah Frans pun muncul setelah mendengar firasat buruk yang mamanya rasakan. Ia meyakini jika firasat seorang ibu terhadapa anaknya itu pasti kuat. Dan Frans dengan segera kembali membawa mobilnya ke tempat Iqbal camping.
Sedangkan disisi lain, Ryan, Dimas, dan Vena masih berjalan ditengah kegelapan mencari Iqbal. Ryan berjalan pada bagian paling belakang. Beberapa langkah sudah mereka lalui. Hutan semakin gelap, cahaya bulan hanya remang-remang terlihat. Ryan menghentikan langkahnya, dan berkata.
“sebenarnya bukan Iqbal yang nyebarin kalo kak Vena dan kak Rani pacaran”
Dimas menolehkan badannya.
Begitu juga dengan Rani dan Vena. Mereka terkejut dengan apa yang diucapkan Ryan.
“bukan Iqbal ? Terus siapa?” tanya Vena lembut.
Ryan terdiam, ia mengumpulkan nafasnya dan kemudian ia hembuskan berlahan.
“aku yang nyebarin berita tentang kak Vena dan kak Rani pacaran” ucap Ryan memberanikan diri untuk jujur.
“jadi, bukan Iqbal yang nyebarin gosip itu” ucap Vena kaget.
“iya kak, dan foto-foto yang ditempel dimading itu bukan Iqbal yang ngelakuin, tapi aku. Aku minta maafkan, aku menyesal udah ngelakuin itu. Iqbal pergi sekarang juga karena aku” ucap Ryan dengan wajah yang tertunduk.
Dimas emosi, ia pun meluncurkan tonjokan di pipi kiri Ryan.
“tega ya kamu, ngefitnah sahabat kamu sendiri” bentak Dimas.
“tapi kak, aku ngelakuin ini karena aku sayang sama kak Vena” ucap Ryan yang terkapar jatuh di tanah.
“gak sepantesnya kamu saingan sama Iqbal dengan cara yang kayak gitu. Dan satu hal yang perlu kamu tahu. PERCUMA KAMU NGELAKUIN INI, TOH VENA GAK AKAN MUNGKIN JADI MILIK KAMU. VENA ITU PACAR AKU. ” ucap Dimas, dan ia menghela nafas.
Vena terdiam dan ia mulai menitikan air mata.
Lalu Dimas melanjutkan bicaranya.
“jangan sampai kamu menyesal karna udah ngelakuin itu sama Iqbal, dan jangan pernah kamu terlambat buat minta maaf sama Iqbal. Iqbal menganggap kamu sahabat terbaiknya. Tapi kamu tega sama dia. Sahabat yang didalamnya penuh pengkhianatan itu rasanya sakit banget yan. Mungkin kamu gak pernah ngerasain sama apa yang Iqbal selalu rasain. Penyakit yang selama ini Iqbal hadapain sendiripun mungkin kamu gak tahu. Dia mencoba menutup semua yang dia rasain, cuman buat orang-orang disekitarnya gak sedih. Inget, suatu saat nanti, kamu akan merasakan apa yang Iqbal rasakan, mungkin lebih sakit dari yang Iqbal rasakan”
Ryan kaget mendengar pernyataan Dimas. Ryan memandangan Vena. Ia tidak menyangka jika semuanya akan terjadi seperti ini.
“iqbal sakit apa dim?” tanya Vena dengan air matanya yang sudah sangat banyak membanjiri pipinya.
“belum saatnya kalian tahu, yang terpenting sekarang yaitu cari Iqbal sampe ketemu” ucap Dimas.
Mereka pun melanjutkan langkah mereka lagi. Tetapi ada hambatan yang mereka alami lagi. Tiba-tiba Rani berteriak histeris karena seperti tersandung sesuatu.
“aaaa” teriak Rani terjatuh di tanah.
“kenapa?” tanya Dimas panik.
“itu..itu apa” ucap Rani menutup matanya.
Dimas pun mendekat kearah yang dimaksud oleh Rani. Ternyata itu Iqbal yang terkapar pingsan ditanah.
“Iqbal” ucap Dimas panik.
Mereka menemukan Iqbal tergelatak di tanah, wajahnya begitu pucat. Mereka pun membawa Iqbal menuju kerumah sakit terdekat.
***
Dirumah sakit.
Iqbal segera dibawa oleh pihak rumah sakit ke unit gawat darurat.
Ryan, Dimas, Rani dan Vena kini terduduk lemas di kursi ruang tunggu rumah sakit. Rasa lelah yang mereka rasakan dan rasa khawatir ini menjadi satu, dan tak dapat mereka sembunyikan.
Ryan mencoba menghubungi keluarga Iqbal terutama kak Frans.
Setelah itu ia berjalan kecil menuju pintu ruang tempat Iqbal di periksa.
Tangannya mengepal, dan satu pukulan ia tujuan pada tembok yang ada dihadapannya.
“aku gak akan maafin diri aku sendiri kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu bal. Jujur aku menyesal. Mungkin semuanya gak akan terjadi seperti ini kalau au menghapus semua niatku untuk dapetin kak Vena. Ini semua salahku. Permainan bodoh yang aku rencanakan bukan berarti harus berakhir seperti ini” ucapnya dalam hati. Air matanya terus menetes.
Dan tak lama kemudian dokter keluar dari ruang periksa Iqbal. Dimas, Rani, Vena, dan Ryan segera beranjak dan mendekat kearah dokter.
“saya harus bicara dengan salah satu keluarga Iqbal” ucap dokter itu.
“saya kakaknya dok” ucap Frans yang tiba-tiba datang.
Frans pun segera mengikuti dokter keruanganya.
Sedangkan Dimas, Vena, Rani dan Ryan kembali menunggu di ruang tunggu.

***

Malam berganti pagi.
Awan cerah dan kicauan burung menghiasi suasana rumah sakit yang hening itu. Dimas terbangun dari tidurnya yang bahunya tersandar kepala Vena. Berlahan ia memindahkan arah sandaran itu. Ia pun pergi menuju ke arah Frans yang dilihatnya sedang menangis, mungkin semalam itu Frans tidak tertidur. Begitu juga dengan Ryan yang semalam memutuskan untuk menunggui Iqbal didalam ruang inap Iqbal.
“semalem kak Frans gak tidur ya?” tanya Dimas yang kemudian duduk disamping kursi Frans.
“gak bisa dim. Perasaan ini rasanya udah campur aduk banget. Aku mulai gelisah pas mama telfon dan dia bilang kalau dia punya firasat buruk tentang Iqbal. Dan pas aku balik ke tempat camping ternyata bener. Malah gini keadaanya” ucap Frans.
“pasti dari kemarin kak Frans belum sempet makan ya? Gimana kalau sekarang aku beliin kakak sarapan dulu” ucap Dimas menawarkan jasa.
“gak usah” jawab Frans singkat.
Dimas pun terus menenangkan Frans yang masih terus mengelurkan air mata dari matanya. Bengkak, kusam dan merah kini pemandangan yang bisa dilihat dari kedua mata Frans.
Semalaman dia habiskan hanya untuk menangis dan berdoa, berharap ada kesembuhan dan kesadaran dari Iqbal saat itu juga.
Rani dan Vena masih tertidur diruang tung.
Tepat pukul 7 pagi, keluarga Iqbal datang.
Frans segera bangkit dari duduknya dan mendekap erat mamanya. Tangisan itu muncul lagi, bahkan lebih dari tangisan semalem.
“Frans belum siap buat kehilangan Iqbal ma” ucap Frans.
“kita hanya bisa berdoa dan berserah diri sama Allah. Karena akhir-akhir ini kondisi Iqbal memang sudah menurun” jawab mamanya lembut.
Mamanya pun membalas dekapkan itu dengan penuh kasih sayang. Mama Iqbal terus berusaha tegar walau sebenarnya hatinya tersayat sakit.
“harusnya papa tisa membiarkan Iqbal untuk pergi camping kemarin” ucap papa Iqbal dengan nada yang penuh dengan penyesalan.
Ryan yang berada didalam ruang inap pun keluar mendengar suara ayah dan ibu Iqbal. Dan ia memberanikan untuk bertanya dengan mama Iqbal.
 “tante, sebenarnya Iqbal sakit apa? Kenapa dia gak pernah cerita sama Ryan” tanyannya.
Mama Iqbal pun melepas pelukannya dengan Frans lalu menjawab pertanyaan Ryan
“Iqbal sakit kanker darah stadium lanjut. Dia sengaja tidak menceritakan penyakitnya, karena dia gak mau orang-orang disekitarnya sedih. Iqbal sangat menyayangi orang-orang disekitarnya. Terutama kamu yan. Kamu udah dianggap sahabat terbaik sama dia” ucap mama Iqbal.
Ryan merasa terkejut mendengar jawaban dari mama Iqbal.  Betapa ia merasa bodoh karena sudah menyia-nyiakan sahabat sebaik Iqbal. Bahkan ia berfikir jika ia tak pantas mendapatkan predikat sahabat dari Iqbal, ia merasa tidak pantas menjadi sabahat Iqbal karena Iqbal sakit parah pun ia tidak tahu
Penyesalan yang dialami Ryan semakin bertambah. Sesekali ia melihat keadaan Iqbal yang masih belum terbangun dari koma nya. Ryan tidak kuat melihat keadaan Iqbal.
Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari rumah sakit.
Di luar rumah sakit, Ryan bertemu Dimas, Rani dan Vena yang baru saja selesai sarapan.
“Ryan. Kamu mau kemana?” tanya Vena.
Ryan tidak menjawab, langkah terhenti setelah mendengar suara Vena, sedangkan wajahnya masih terus tertunduk lemas. Matanya masih bengkak dan merah.
“air mata kamu gak akan bisa merubah keadaan Iqbal sekarang” ucap Dimas mengawali pembicaraan.
“sahabat macam apa aku ini. Sahabatnya sendiri sakit parah aja aku gak tahu” ucap Ryan dengan air mata yang terus menetes.
Dimas pun membawa Ryan ketempat yang lebih tenang dan dapat untuk istirahat. Setidaknya ia berusaha untuk menenangkan Ryan.
“itu yang namanya sahabat yan. Sahabat yang mungkin selalu melakukan kebaikan diluar sepengetahuan dia. Iqbal baik, dia sengaja menyembunyikan penyakitnya dari kamu, karena dia gak ingin kamu sedih dan dia juga gak mau ngerepotin kamu. Dia terus berusaha menjadi orang yang kuat, orang yang tanpa masalah, demi dia menutupi keadaan sebenarnya dari kamu” ucap Dimas menasehati Ryan.
“aku menyesal udah ngelakuin hal sebodoh ini, harusnya aku relain Iqbal buat ngedapetin kak Vena. Andai aja aku tahu penyakit Iqbal dari awal, aku gak akan ngelakuin ini” ucap ryan yang masih dengan nada penyesalan.
“ini kehidupan yan, dan penuh kerasahasian, gak semua orang tahu takdir apa yang akan berlaku bagi dirinya. Allah yang tahu ini semua, kita gak tahu kapan umur kita akan berakhir, kita gak tahu kapan kita akan dilahirkan. Tugas kita hanya berbuat baik yan, dan jangan pernah sekali-kali menyia-nyikan hidup yang udah Allah berikan sama kita. Walaupun sekarang Iqbal sehat dan gak sakit, gak seharusnya kamu ngelakuin hal seperti ini, harusnya kamu jujur sama Iqbal, kalau sebenarnya kamu juga cinta sama Vena” ucap Dimas.
“aku ngerasa kalau penyebab dari permasalahan ini semua itu aku. Kalau aja aku gak ada, pasti kamu sama Iqbal gak akan mencintai orang yang sama. Mencintai orang yang gak akan mungkin jadi milik kalian, dan harusnya aku bisa mendeteksi detak cinta yang sering Iqbal perlihatkan. Tapi bagaimana pun aku gak bisa membohongi diri aku sendiri. Aku tetap saja tidak bisa mencintai salah satu dari kalian” ucap Vena.
“ini bukan saatnya untuk menyalahkan. Apa dengan cari ini Iqbal bisa sembuh. Takdir yang bisa menyembuhkan Iqbal. Bagi dokter Iqbal bertahan sampai umur segini pun itu udah hebat. Mendingan sekarang kita berdia bareng buat kesembuhan Iqbal” ucap Dimas yang masih dengan nada bijak.
“kring.. kringg” bunyi handphone Ryan yang ternyata itu telepon dari Frans yang mengabarkan jika Iqbal akan dipindahkan dirumah sakit yang letaknya tak jauh dari kediaman Iqbal.
***
Didalam kamar.
Setelah melakukan sholat isya, Ryan merenung diatas tempat tidurnya. Merenungkan kisah-kisahnya bersama Iqbal. Dan sedikit-sedikit air mata yang tak dapat ia bendung lagi menetes dari matanya
Ia membayangkan masa-masanya dengan Iqbal dikala mereka masih kecil, dimana mereka bermain bola bersama, dibawah hujan lebat. Saat mereka selalu pulang sekolah bersama, disaat mereka dihukum bersama karena terlambat ke sekolah. Disaat mereka harus menangung sakit bersama dikala jatuh saat berlatih sepeda motor waktu SMP. Dan disaat mereka mengucap janji jika tak akan ada kebohongan di antara persahabatan mereka, dan mereka akan saling terbuka dan tak boleh ada yang mereka sembunyikan.
Ia pun teringat kebaikan-kebaikan yang Iqbal pernah lakukan untuk dia. Kebaikan disaat Iqbal menolong dia untuk menaiki pintu gerbang sekolah, kebaikan dia untuk meminjamkan buku tugasnya, padahal dia sangat butuh buku tugas itu. Dan Iqbal juga rela tengah malam menemani dia mengerjakan tugas dari guru. Banyak kebaikan Iqbal yang bahkan sudah tak bisa disebut satu-satu oleh Ryan.
 “bal, kamu terlalu baik buat aku, aku gak pantes jadi sahabat kamu. Betapa bodohnya aku udah ngelakuin hal sebodoh ini sama kamu. Bodoh aku udah ngorbanin persahabatan demi cinta. Harusnya aku berfikir dua kali buat ngelakuin hal sebodoh ini” ucap Ryan dalam hati.
Air mata masih terus mengucur dari mata Ryan.
“aaaaaaaaaahh” teriak Ryan dan membantingkan tangannya di tembok. Beberapa saat kemudian muncul darah keluar dari sela-sela jari Ryan.
Ryan sangat menyesali dengan apa yang telah dia perbuat.
Dirumah sakit, pembincangan serius nampaknya sedang dokter lakukan dengan kedua orang tua Iqbal. Sedangkan Frans masih menunggui Iqbal didalam ruang inapnya.
“ternyata jantung Iqbal mengalami kelemahan beberapa saat sebelum ia pingsan, ini mengakibatkan perubahan detak jantung Iqbal yang sudah mulai tak beranturan lagi. Dan kita hanya bisa berdoa demi kesembuhan Iqbal, karena kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa” ucap dokter.
Tangisan dari mama Iqbal semakin menambah kegelisahan papa Iqbal. Tak ingin terlihat lemah, papa Iqbal terus menenangkan istrinya.
Ruang inap Iqbal.
Frans terkejut karena melihat tangan Iqbal yang sedikit bergerak. Ia pun segera memanggil dokter. Senyum lebar nampak dari wajah Frans, ia sangat senang melihat Iqbal mampu bertahan melawan penyakitnya.
Setelah dokter keluar memeriksa Iqbal, Frans kembali menemani Iqbal yang sudah mampu membuka matanya, walaupun ia sedikit kesulitan untuk berbicara.
Iqbal mengeluarkan senyumnya kepada Frans yang selalu setia menemani dia.
“kak Frans kenapa nangis?” tanya Iqbal.
“kakak belum siap kehilangan kamu bal. Kaka gak kaut lihat kondisi kamu yang kayak gini. Kaka ingin kamu bertahan” pesan Frans.
“Iqbal udah gak sanggup kak, kakak harus siap jika suatu saat nanti Iqbal udah gak bisa nemani hari-hari kak Frans. Kakak gak boleh sedih ataupun nangis. Disini kakak masih bisa tinggal sama mama sama papa” ucap Iqbal.
Tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, Frans hanya mampu menghapus air matanya yang sedikit sudah mulai menghilang.
“kak aku mau minta tolong sama kakak. Nanti kalau kaka pulang kerumah, tolongan ambil bingkai foto perempuan yang ada di meja belajar Iqbal, dibawah bingkai itu, juga ada beberapa lembar surat. Kalau kak Frans ketemu sama perempuan yang ada di bingkai itu, tolong kasih surat itu kedia” pesan Iqbal.
“oke, bal. Sekarang kakak akan pulang dan kasih bingkai foto itu buat kamu” ucap Frans tersenyum lebar.
Frans pun segera keluar dari ruang inap Iqbal, sembari terus mengeluarkan senyum bahagianya, sampai-sampai ia tidak menghiraukan kedua orangnya yang sedari tadi menungguinya di ruang tungu.
Selang beberapa menit setelah Frans keluar dari ruang Inap Iqbal, tiba-tiba terjadi kepanikan di ruang inap Iqbal. Dokter yang biasa memeriksa Iqbal dengan sigap msuk kedalam ruang dengan peralatan yang lengkap.
Diluar ruangan itupun kedua orang tua Iqbal terus melantunkan doa untuk kesembuhan anaknya.
Dimas yang baru saja datang pun merasa bingung dengan keadaan saat itu.
“tante, Iqbal kenapa?” tanya Dimas yang sudah mulai panik.
“kondisi Iqbal sudah benar-benar lemah. Tadi dia sempat bangun dari komanya. Tapi tiba-tiba detak jantungnya berhenti lagi” ucap mamanya.
“janutng? Bukannya Iqbal sakit kanker ya tante?” tanya Dimas.
“tadi dokter bilang, beberapa saat sebelum Iqbal pingsan, detak jantung dia mulai melemah” jawab papa Iqbal, karena mama Iqbal sudah mampu mengeluarkan kata lagi.
Tak lama kemudian dokter yang memeriksa Iqbal keluar dari ruang periksa dan memberitahukan jika nyawa Iqbal sudah tidak bisa diselamatkan.
Sekejap suasan menjadi sangat mengharukan. Kedua orang tua Iqbal tidak mampu menaham kesedihannya lagi. Air mata yang lembut menetes di atas pipi keduanya. Mama dan papa Iqbal pun segera masuk kedalam ruangan untuk melihat keadaan Iqbal saat itu.
Sedangkan kaki Dimas mulai melemah dan tak kuat menahan berdirinya. Badannyapun ia dudukan di kursi tunggu. Dengan tangan yang bergemetar, ia mengambil ponsel di kantung celananya dan segara menghubungi Ryan, Rani dan Vena untuk mengabarkan kondisi Iqbal.
 “kring Kring” tak lamasetelah Ryan memberisihkan lukaya handphone Ryan berbunyi.
“hallo.. Ada apa kak” jawab Ryan. Ternyata itu telepon dari Dimas.
Ryan terdiam mendengar pernyataan Dimas. Darahnya seolah berhenti mengalir.
Mulutnya tak bergerak. Dan tiba-tiba handphone Ryan terjatuh dari genggaman Ryan.
Ryan terkejut setelah Dimas meneleponnya dan mengabar jika Iqbal sudah tiada.
Ryan segera menuju kerumah sakit.
Dirumah sakit.
Dimas, Rani, Vena tidak bisa menahan air matanya lagi.
Senyuman kegembiraan yang seharusnya mereka rasakan di tempang camping kini telah tiada dan berubah menjadi tangisan haru dan tangisan kesedihan.
Ryan yang baru saja datang dan memeluk tubuh sahabatnya yang sudah tertutup oleh kain putih dari rumah sakit.
Ryan menangis dihadapan Iqbal yang sudah kaku.
“kenapa kamu pergi secepat ini. Kamu jahat bal. Jadi, ini yang kamu maksud liburan sendiri ditempat yang jauh. Mana janji kamu yang bilang bakal ngalahin aku maen games terbaru kamu. Aku belum sempet minta maaf sama kamu bal, dan Kamu belum sempet maafin aku. Apa mungkin kamu gak akan pernah bisa maafin aku untuk selamanya. Aku menyesal sudah berbuat ini bal. Kamu sahabat terbaikku, dan benar katamu jika aku ini pengkhianat” ucap Ryan dalam hati.
Air mata Ryan menetes tepat di pipi Iqbal sebelah kanan.
Ryan terus menagis di hadapan Iqbal. Dimas pun merangkul Ryan dan menocaba menenangkannya.
Begitu juga dengan Vena. Dia tidak menyangka jika Iqbal. Adek kelasnya selama ini mengidap penyakit parah.
“kamu terlalu cepat meninggalkan hidup yang indah ini bal. Kamu orang yang baik dan tulus. Mungkin Allah tak ingin kamu hidup terlalu lama didunia ini. Karna Allah gak mau lihat kamu terus menderita. Bal, kamu belum sempat buat denger kata maaf dari aku. Aku punya banyak salah sama kamu bal” ucap Vena dalam hati.
“aku yakin, kamu bakal dapet tempat terindah disampingnya” ucap Dimas.
Semua kesedihan pun terpecah saat itu.
Didepan ruang Inap Iqbal, Frans bingung melihat kedua orang tuanya sudah menangis lemah di kursi tunggu.
“mama sama papa kenapa nangis? Keadaan Iqbal sekarang udah membaik, tadi dia sempet ngobrol sama aku, dan itu bertanda kalau Iqbal udah sembuh. Pasti mama sama papa bahagiakan liat kondisi Iqbal sekarang” ucap Frans dengan nada yang sangat senang dan semriah.
Kedua orang tuanya tidak menjawab. Mamanya terus tertunduk lemah. Dan ayahnyalah yang mengeluarkan ucap dan memberi tahukan semuanya kepada Frans. Walaupun ini berat, tapi bagaimana pun juga Frans harus tahu jika adik yang paling dia sayangi sudah tiada.
Frans sempat tidak percaya dengan apa yang diucapkan ayahnya, ia pun segera masuk kedalam ruang inap Iqbal, disana, tubuh Iqbal sudah kaku dan tertutup kain putih. Ryan masih belum bisa beranjak dari samping Iqbal pun menjadi pemandangan kamar itu.
Bingkai foto Vena dan beberapa lembar surat yang Frans bawakan dari rumah pun terjatuh di atas lantai. Bingkai foto yang berisi wajah Vena yang catik itupun sekarang sudah pecah menjadi beberapa bagian.
Frans berlari kecil menuju kesamping Iqbal.
Tangisannya tak bersuara, namun terlihat sangat menyakitkan bila harus kehilangan orang yang kita sayangi dengan tiba-tiba.
Melihat bingkai foto dan beberapa lembar kertas yang terjatuh dilantai, Dimas segera mengambilnya dan melihat foto itu. Nampak senyum manis yang sering ia lihat, VENA, ya foto itu adalah foto Vena yang dengan setia Iqbal letakan di atas meja belajarnya.
Dimas keluar dari ruang inap Iqbal, dan membaca beberapa lembar kertas itu.
“untuk Ryan..” ucap Dimas dalam hati.
Lembar pertama sengaja tidak Dimas baca, dan dikertas yang kedua, tertulis tulisan indah dengan rangkaian kata yang sangat sempurna. Mungkin puisi itu sengaja ditujukan untuk Vena.
“Iqbal pesen, kalau surat itu, harus dikasihin sama cewek yang ada di bingkai foto itu” ucao Frans yang mengagetkan Dimas.
“foto ini Vena kak. Dia lagi didalem, mungkin dia masih syok denger kabar dari Iqbal” jawab Dimas.
Frans terdiam, dan terduduk di samping Dimas.
“yang sabar ya kak. Ikhlas, pasti Iqbaldapet tempat terbaik disana” lanjut Dimas.
***

Tak sedikit warga pagi yang itu yang melayat di rumah Iqbal. Tangisan yang keluar dari mata Ayah, Ibu, Frans memang sudah tak nampak lagi, mereka mengingat pesan dari Iqbal, bahwa mereka tidak boleh menangis jika ia telah tiada.
Dikursi taman rumah Iqbal, Ryan membuka surat ya Iqbal tujukan untuk dirinya.


Dear Ryan,
Hey, sahabatku. Mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah tak ada lagi di sampingmu, sudah tak dapat mengenggam tanganmu. Dan mungkin kamu sudah tak bisa lagi melihat senyumku. Dalam surat ini aku hanya ingin berpesan, jangan pernah menangis untuk melepas kepergianku. Disini aku ingin melihat kamu tersenyum, dan aku juga akan tersenyum jika melihat senyummu. Aku akan selalu ada di dalam kehidupanmu yan. Maaf jika aku belum bisa menjadi sahabat terbaik untuk kamu. Didunia ini aku mungkin punya banyak salah sama kamu.
Maaf jika aku tidak bisa mengucapkan MAAF-ku kekamu secara langsung. Izinkan aku pergi untuk meninggalkan dunia yang Fana ini. Mungkin ditempatku yang baru ini, aku akan lebih mendapatkan kebahagiaan. Doakan aku, supaya disini aku tidak merasakan bagaimana rasanya tersiksa karena kanker darahku.
Aku mengidap kanker dari sejak 10 tahun yang lalu. Aku sengaja menyembunyikan ini semua dari kamu, karena aku tak ingin melihat kamu menangis dan bersendih melihat kesakitanku.
Jika kamu menangis membaca surat ini. Hapus segera air matamu itu. Aku disini bahagia, dan kamu disana juga harus tersenyum.
From: Iqbal

Dengan lembut Ryan menghapus air mata yang ada di wajahnya. Ia menutup surat itu dan segera melakahkan kakinya untuk menghantarkan Iqbal keperistirahatan terakhirnya.
***
Hari demi hari berlalu. 7 hari setelah kepergian Iqbal. Ryan masih sangat terpukul. Bahkan selama 7hari itu Ryan merasa kehilangan salah satu organ tubuhnya. Baginya Iqbal adalah separuh jiwanya yang sangat setia menemani hari-harinya. Setiap hari selalu dia habiskan dengan Iqbal, sejak kepergian iqbal, Ryan terus menyendiri, ia merasa bahwa tak ada seorang pun yang bisa menggantikan Iqbal sebagai sahabat terbaiknya
Pada hari itu juga. Ryan memutuskan untuk berkunjung di makam Iqbal.
Setibanya di tempat itu. Ia bertemu dengan Dimas dan Vena yang juga sedang berziarah di depan makam Iqbal.
“ternyata kalian juga masih disini” ucap Ryan yang mengagetkan Dimas dan Vena.
“Ryan” ucap Dimas.
“kebetulan kalian ada disini, aku sekalian mau nyampein sesuatu sama kalian. Pertama aku mau minta maaf sama kalian, terutama sama kak Vena. Aku menyesal udah ngelakuin itu semua. Yang kedua, aku mau pamitan kekalian, aku mutusin buat pergi dari kota ini. Ngelupain semua kengangan yang pernah aku lakuin sama Iqbal” ucap Ryan.
“aku udah maafin kamu kok. Toh masalah ini gak pantes kalo harus diperpanjang. Yang mau aku sarani kekamu, jangan pernah kamu berbohong dengan orang yang sudah menganggap kamu baik. Kepercayaan yang kita bentuk setelah kita berbohong itu susah. Oh ya, lain kali kalau kamu suka sama cewek, janganpernah mengu nyatakan perasaanmu ke dia. Jujur mungkin itu yang terbaik. Jangan melakukan ini untuk yang kedua kalinya ya” pesan Vena kepada Ryan.
Ryan memutuskan untuk pindah kesurabaya. Dia akan tinggal bersama kakek dan neneknya disana. Walau pun berat meninggalkan kota yang menjadi saksi sejarah persabahatnnya dengan Iqbal, tapi Ryan yakin ini jalan yang baik untuk memulai hidup barunya, dengan orang-orang yang baru pula.
Ryan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang ke dua kalinya. Dan sampai kapanpun Ryan tetap mengenang Iqbal sebagai sahabat terbaiknya.
Selesai….


2 komentar:

  1. Bagus kok Der.. Alurnya tersampaikan. Tadinya mikir "yah sakit, kayak sinetron deh". Tapi pas baca kekeke :D asyik2 aja. Enggak sinetron2 juga.
    Sumpah tega bener kamu ngasi peran ke Iqbaale kayak gitu. Ngenes abiss, kan kasian u,u
    Eh, kak Frans ganteng nggak? :D Kuliah kah?
    Teruss nah, antagonisnya nyampe banget. Aku ngrasanya jadi sepet sama Rian :Dv

    Udah bagus kok.. Cuman penyampaian kalimatnya ada yang kurang pas. Dikit doang sih.. Jadi nggak begitu ngefek. terus ada kata yang salah ketik :D
    Puisinya bagus. Cintrong abiss haha. Buat sendirikah? atau lirik lagu? :Dv

    Hmm.. Sebenernya mau bilang banyak, tapi lupa u,u Kepanjangan sih.. Oh ya, pas bagian ending aku jadi inget novelnya mbak Agnes :)
    ~~~~~

    BalasHapus
  2. cometnya banyak beeuuhh!!
    Iqbaale? Soalnya cocok, dia kan kering tubuhnya :p
    frans kuliah, yg pasti ganteng,, emmm ya gak beda jauh lah kayak iqbaale *contoh bisma....
    kandani aku yo sepet mbek ryan.
    Manusia tak ada yg sempurna, pasti ada salahnya.. Apa lagi aku, plg sering salah ketik.
    Itu puisi buatku kuuu looooo~
    emang novelnya gimana ceritanya?

    BalasHapus